Bachty Halomoan S (15509377)
Fadil Wahyu Adhitama (15509192)
Fryanto (15509865)
Hasni Yulianti (13509664)
Riefa Amanda Putri (10509254)
Kelas : 2PA03
Fakultas/Jurusan : Psikologi/S1 – Psikologi
Universitas : Gunadarma
Definisi Cinta
Cinta, satu kata yang memiliki ribuan makna. Manusia memiliki ketertarikan sendiri dalam merasakan, menggambarkan dan memaknai arti kata ini. Banyak ilmuwan tertarik dan berupaya membahas secara mendalam akan makna yang terkandung dibalik kata cinta dari berbagai aspek kajian keilmuwan, social, kesehatan, ilmu agama bahkan ilmu alam. Begitu pula dengan para psikolog dan ilmuwan psikologi. Mereka melakukan berbagai penelitian, membentuk konsep-konsep untuk menjelaskan akan arti cinta dari sudut pandang psikologis. Diantara banyaknya jumlah ilmuwan psikologi yang membahas mengenai cinta, penulis mencoba mengambil beberapa definisi untuk menjelaskan definisi cinta.
Ashley Montagu, seorang Psikolog Amerika memandang cinta sebagai sebuah perasaan memperhatikan, menyayangi, dan menyukai yang mendalam. Biasanya, rasa cinta disertai dengan rasa rindu dan hasrat terhadap objek yang dicintai.
Elain dan William Walsten lebih menekankan suatu keterlibatan individu yang mendalam saat mendefinisikan cinta. Keterlibatan diasosiasikan dengan timbulnya rangsangan fisiologis yang kuat dan diiringi dengan perasaan mendambakan pasangan dan keinginan untuk memuaskannya.
Menurut Robert Sternberg, cinta adalah sebuah kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. (Tambunan, 2001) menurutnya, kisah tersebut telah ada pada manusia dan proses pembentukkannya terbentuk melalui pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini pula yang akan membentuk bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam suatu pola hubungan.
Scott Peck yang sepanjang karirnya dalam psikologi berusaha menghasilkan karya dan menjelajahi definisi cinta dan kejahatan menggambarkan cinta sebagai kombinasi dari “perhatian akan perkembangan spiritual orang lain“ serta narcisisme biasa. Berbeda dengan psikolog dan ilmuwan psikologi lainnya, Erich Fromm menekankan cinta sebenarnya pada cinta yang dewasa.Cinta yang dewasa adalah penyatuan didalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya, yang menyatukan dirinya dengan yang lain ; cinta membuat dirinya mengatasi perasaan isolasi dan keterpisahan, namun tetap memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri, mempertahankan integritasnya.
Teori Cinta
Dari banyaknya definisi mengenai cinta yang diungkapkan para ilmuwan, penulis tertarik dengan ide-ide yang diungkapkan oleh Erich Fromm dan Robert Sternberg. Keduanya mencoba menjelaskan cinta dari sudut pandang masing-masing. Fromm memulai pembahasan mengenai cinta dengan terlebih dahulu membahas mengenai manusia dan eksistensinya. Sementara itu, setelah mendefinisikan cinta sebagai suatu kisah, Sternberg mencoba menjelaskan suatu teori yang disebut segitiga cinta.
Fromm memandang manusia sebagai makhluk yang sadar akan dirinya, mempunyai kesadaran tentang dirinya, sesama, masa lalu, kemungkinan masa depannya dan kesadaran akan eksistensinya sebagai sesuatu yang terpisah. Sadar akan keterpisahan ini merupakan faktor utama munculnya kegelisahan, kecemasan dan dapat menjadi pintu gerbang menuju gangguan kejiwaan. Karenanya, dalam buku The Art Of Loving, Fromm menjelaskan bahwa kebutuhan manusia yang paling dalam adalah kebutuhan untuk mengatasi keterpisahannya dan meninggalkan penjara kesendiriannya. Kegagalan untuk mengatasi keterpisahan ini yang akan menyebabkan gangguan kejiwaan.
Banyak cara dilakukan untuk mengatasi keterpisahan pada tiap individu. Fromm mengungkapkan idenya mengenai cinta sebagai jawaban dari masalah eksistensi manusia. Dalam cinta, terdapat jawaban utuh yang terletak pada pencapaian penyatuan antar pribadi dan peleburan dengan pribadi lain. Hasrat akan peleburan antar pribadi ini yang paling kuat pengaruhnya dalam diri manusia. Inilah kerinduan mendasar, kekuatan yang menjaga ras manusia, keluarga dan masyarakat untuk selalu bersama.
Terdapat dua jenis cinta menurut Formm, cinta penyatuan simbiosis dan cinta yang dewasa. Penjelasannya yaitu :
© Penyatuan Simbiosis, yaitu memiliki pola hubungan antara pasif dan aktif dimana keduanya tidak dapat hidup tanpa yang lain. Bentuk pasif dari penyatuan simbiosis disebut sebagai ketertundukan (submission), dalam istilah klinis disebut sebagai Masokhisme. Pribadi yang Masokhisme keluar dari perasaan isolasi dan keterpisahan yang tak tertahankan dengan menjadikan dirinya bagian dan bingkisan pribadi lain yang mengatur, menuntun dan melindungi dirinya. Bentuk aktif dari penyatuan simbiosis disebut sebagai dominasi (domination), dalam klinis disebut sebagai sadisme. Pribadi yang sadistis ingin keluar dari kesendiriannya dengan membuat pribadi lain menjadi bagian dan bingkisan dirinya.
© Cinta yang dewasa, adalah penyatuan didalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya, yang menyatukan dirinya dengan yang lain.
Dalam mengatasi keterpisahan pada manusia, hanya cinta yang dewasa yang dapat dijadikan jawaban terbaik. Karakter aktif dari cinta yang dewasa ditunjukkan dengan hasrat untuk memberi daripada menerima. Arti kata memberi disini yaitu perwujudan paling nyata dari potensi diri. Dalam setiap tindakan memberi, individu akan merasakan kekuatan, kekayaan, dan kekuasaan atas dirinya sehingga memberi akan lebih membahagiakan daripada menerima. Sehingga manusia tidak akan memberi untuk menerima. Tetapi dalam batasan memberi yang sesungguhnya. Memberi yang sesungguhnya akan membuat orang lain menjadi pemberi.
Selain tindakan memberi, karakter aktif dari cinta terlihat jelas dalam kenyataan bahwa cinta selalu mengimplikasikan unsur-unsur dasar tertentu. Unsur-unsur dasar dari cinta yaitu Perhatian (Care), Tanggungjawab (Responsibility), Rasa Hormat (Respect) dan Pengetahuan (Knowledge). Fromm (Fromm, 2005) menjabarkannya sebagai berikut :
© Perhatian (Care)
Cinta adalah perhatian aktif pada kehidupan dan pertumbuhan dari apa yang kita cintai. Implikasi dari cinta yang berupa perhatian terlihat jelas dari perhatian tulus seorang ibu kepada anaknya.
© Tanggungjawab (Responsibility)
Tanggungjawab dalam arti sesungguhnya adalah suatu tindakan yang sepenuhnya bersifat sukarela. Bertanggungjawab berarti mampu dan siap menganggapi.
© Rasa Hormat (Respect)
Rasa hormat bukan merupakan perasaan takut dan terpesona. Bila menelusuri dari akar kata (Respicere = melihat), rasa hormat merupakan kemampuan untuk melihat seseorang sebagaimana adanya, menyadari individualitasnya yang unik. Rasa hormat berarti kepedulian bahwa seseorang perlu tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya.
© Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan yang menjadi satu aspek dari cinta adalah pengetahuan yang tidak bersifat eksternal, tetapi menembus hingga ke intinya. Perhatian, tanggungjawab, rasa hormat dan pengetahuan mempunyai keterkaitan satu sama lain. Semuanya merupakan sindrom sikap yang terdapat dalam pribadi yang dewasa, yaitu dalam pribadi yang mengembangkan potensi dirinya secara produktif. Berbeda dengan Fromm yang menekankan mengenai sebab, akibat dan aspek-aspek yang menimbulkan cinta dalam penjelasan teori cintanya, Sternberg lebih menekankan pada penjelasan mengenai komponen pembentuk cinta dan beragam jenis cinta yang dihasilkan dari kombinasi tiap komponen.
Teori mengenai komponen cinta disebut pula sebagai teori segitiga cinta. Segitiga cinta mengandung 3 komponen sebagai berikut:
© Keintiman (Intimacy)
Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan.
© Gairah (Passion)
Gairah adalah elemen motivasional yang disadari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.
© Komitmen
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama. (Tambunan, 2001).
Kombinasi dari ketiga komponen cinta ini dapat membentuk 8 pola hubungan cinta sebagai berikut :
© Liking (Suka)
Seseorang yang hanya mengalami komponen keintiman saja, tanpa adanya gairah dan komitmen
© Infatuated (tergila-gila)
Cinta ini muncul karena adanya hasrat / gairah tanpa disertai keintiman dan komitmen.
© Empty Love.
Cinta ini berasal dari adanya komitmen pada individu tanpa adanya hasrat dan keintiman.
© Romantic Love
Cinta ini muncul dari kombinasi antara keintiman dan hasrat tapi tanpa disertai oleh komitmen.
© Companionate Love
Cinta ini muncul dari kombinasi antara keintiman dan komitmen. Biasanya cinta ini muncul dalam persahabatan yang mana tidak melibatkan hasrat.
© Fatuous Love
Cinta ini muncul dari kombinasi hasrat dan komitmen tanpa adanya keintiman.
© Non Love
Ketiga komponen cinta tidak ada pada pola cinta ini. Pola ini biasanya muncul dalam hubungan dengan sekitar yang tidak menetap.
© Consummate Love
Cinta ini muncul dari kombinasi ketiga komponen cinta (keintiman, hasrat dan komitmen). Cinta ini disebut juga sebagai cinta yang utuh. (Popsy, 2007)
Hubungan Perkawinan
Kualitas hubungan pernikahan sekarang telah menjadi lebih penting daripada keabadian nya. Pada bagian, ini mencerminkan kepercayaan yang tumbuh di antara Amerika bahwa kebahagiaan pribadi adalah hak bukan suatu kemewahan. Akibatnya, pasangan cenderung mengharapkan lebih dari pernikahan mereka daripada di masa lalu dan lebih mungkin untuk mengakhiri pernikahan tidak bahagia dari orangtua mereka. Hal ini menyebabkan beberapa pasangan untuk merumuskan expecttations mereka dan klaim pada satu sama lain dalam kontrak perkawinan dan untuk negotiace perbedaan mereka dengan mata ke arah memaksimalkan kebahagiaan bersama.
Komunikasi dan konflik
Salah satu daerah yang paling penting dari penyesuaian perkawinan adalah belajar untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasangan Anda.
Bagaimana memiliki anak?
Sampai saat ini, pasangan yang sudah menikah diharapkan untuk memiliki anak. Namun dalam dekade terakhir pilihan untuk tidak memiliki anak telah menjadi lebih dapat diterima. Umumnya, pasangan akan menunda memiliki anak sampai mereka membuat penundaan final
Perubahan dengan lamanya pernikahan
Hal ini tidak jarang terdengar pasangan yang sudah menikah mengatakan bahwa pernikahan kami saat ini berbeda daripada sepuluh atau lima belas tahun yang lalu. Beberapa pasangan merasa mereka telah tumbuh lebih dekat bersama, sementara yang lain merasa bahwa mereka telah terpisah. Tapi hanya sedikit akan menyangkal bahwa pernikahan mereka telah berubah dengan tahun-tahun.
Sex dalam pernikahan
Sebuah pertengkaran kadang-kadang mungkin berakhir di kamar tidur. Untuk ada hubungan positif yang kuat antara kepuasan pasangan dalam pernikahan mereka dan kehidupan seksual mereka. Rasanya mustahil untuk mengatakan mana yang mempengaruhi lebih lainnya. Bahkan, setiap aspek dari pernikahan adalah sama efektif dalam memprediksi sepuluh tahun lain kemudian.
Perceraian
Perceraian biasanya merupakan krisis yang kompleks, karena beberapa hal yang terjadi pada suatu waktu. Bohannan (1975) telah mengidentifikasi enam dari percobaan yang tumpang tindih umum untuk pengalaman hampir everyones perceraian, meskipun mereka mungkin terjadi dalam urutan yang berbeda dan dengan intensitas yang berbeda torsi untuk torsi.
perceraian emosional yang paling mungkin terjadi terlebih dahulu. Para mitra cenderung menarik diri secara emosional dari satu sama lain, atau untuk hidup bersama berdampingan dengan banyak antagonisme. Perang dingin suasana perceraian emosional sering lebih merusak pada anak-anak dari phsycal. hukum perceraian yang mengikuti.
Beberapa studi menunjukkan bahwa anak-anak dari perceraian mungkin menderita kecemasan kurang dan ketidakmampuan menyesuaikan diri daripada mereka yang dibesarkan di rumah tangga dengan pernikahan utuh tetapi konflik.
Sumber :
Sarlito W. Sarwono & Eko A. Meinarno.2009. Psikologi Sosial. Depok: Salemba Humanika
Fromm, Erich. 2005. The Art Of Loving. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Chaplin.J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. PT. RajaGrafindo Persada.,Jakarta
Schultz Duane.1991.Psikologi Pertumbuhan.Kanisius. Yogyakarta.
Sabtu, 09 April 2011
Sabtu, 02 April 2011
TES MMPI & 16 PF
MINNESOTA MULTIPHASIC PERSONALITY INVENTORY
(MMPI)
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
Minnesota asli Multifase Personality Inventory (MMPI) diterbitkan pada tahun 1940 dan versi revisi kedua MMPI-2-diterbitkan pada tahun 1989. It is the most widely used psychometric test for measuring adult psychopathology in the world. Ini adalah tes psikometri yang paling banyak digunakan untuk mengukur psikopatologi dewasa di dunia. The MMPI-2 is used in mental health, medical and employment settings. The MMPI-2 digunakan dalam pengaturan kesehatan, medis dan kerja mental.
Para penulis asli dari MMPI adalah R. Starke Hathaway , PhD, dan JC McKinley , MD. MMPI merupakan hak cipta dari University of Minnesota. MMPI dikembangkan pada tahun 1930 di Universitas Minnesota sebagai tes kepribadian yang komprehensif dan serius yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah kejiwaan. Direvisi pada tahun 1989 sebagai MMPI-2 dan versi untuk remaja dikembangkan (MMPI-A). Ada juga versi singkat (MMPI-3).
Pengembangan awal MMPI dimulai pada 1939 di Universitas of Minnesota oleh dua orang penulisnya. Mereka menginginkan sebuahinstrumen yang dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam mengakses pasien-pasien dewasa selama pekerjaan psikiatrik rutin dan yang dpaat menentukan dengan kuat tingkat keparahan gangguan mereka. Disamping itu, Hatchway dan McKinley tertarik untuk mengembangkan sebuah estimasi objektif tentang perubahan yang dihasilkan oleh psikoterapi atau dalam variable-variabel lain dalam kehidupan pasien. Pendekatan terpenting selama pengonstruksian MMPI adalah empirical criterion keying. Hal ini mengacu pada pengembangan, pemilihan, dan penskoran beberapa item dalam skala berdasarkan criterion acuan eksternal tertentu. Sebagai contoh, seorang konstruktor tes mungkin percaya bahwa sebuah item seperti “kadang-kadang sayamerasa nyaris mustahil bias bangun dipagi hari’ adalah pernyataan yang secara teoritis cukup baik untuk digunakan dalam mengakses depresi. Akan tetapi jika sebuah sempel populasi dari pasien-pasien depresi tidak memberikan respon yang berbeda disbanding kelompok normatif, maka item itu tidak akan dimasukan.
Revisi besar pertama dari MMPI adalah MMPI-2, yang standar pada sampel nasional baru orang dewasa di Amerika Serikat dan dirilis pada tahun 1989. Hal ini sesuai untuk digunakan dengan 18 orang dewasa dan lebih. revisi berikutnya dari elemen uji tertentu telah diterbitkan, dan berbagai macam sub-skala juga diperkenalkan selama bertahun-tahun untuk membantu dokter menginterpretasikan hasil skala klinis asli, yang telah ditemukan mengandung faktor umum yang membuat interpretasi dari nilai pada skala klinis sulit. MMPI saat-2 memiliki 567 item, semua format benar atau palsu, dan biasanya memakan waktu antara 1 dan 2 jam untuk menyelesaikan, tergantung pada tingkat membaca. Ada formulir yang digunakan jarang disingkat uji yang terdiri dari MMPI 2-pertama yang 370 item. Versi yang lebih pendek telah terutama digunakan dalam keadaan yang belum memungkinkan versi lengkap akan selesai (misalnya, penyakit atau tekanan waktu), tetapi skor yang tersedia pada versi pendek tidak begitu luas seperti yang tersedia dalam versi 567-item. A dan psychometrically meningkatkan versi baru-MMPI 2 baru-baru ini dikembangkan menggunakan metode statistik yang ketat yang digunakan untuk mengembangkan Timbangan RC tahun 2003. Bentuk MMPI-2 direstrukturisasi baru (MMPI-2-RF) kini telah dirilis oleh Pearson Penilaian. MMPI-2-RF menghasilkan nilai pada teori grounded, hirarkis terstruktur set timbangan, termasuk Timbangan RC. Metode modern yang digunakan untuk mengembangkan MMPI-2-RF tidak tersedia pada saat MMPI pada awalnya dikembangkan. MMPI-2-RF dibangun di atas fondasi Scales RC, yang telah secara ekstensif diteliti sejak publikasi mereka pada tahun 2003. Publikasi di-2-RC Scales MMPI meliputi bab buku, beberapa artikel yang dipublikasikan dalam peer-review jurnal, dan alamat penggunaan skala dalam berbagai pengaturan 2-RF skala istirahat-MMPI pada asumsi bahwa psikopatologi adalah suatu kondisi homogen yang aditif.
Uji pengembang Hathaway dan McKinley menggunakan teknik uji konstruksi empiris untuk mengembangkan MMPI. This involved basing the test scales (for example the hypochondriasis scale) on the actual test items that differentiate people with hypochondriasis from 'normals'. Ini melibatkan mendasarkan skala uji (misalnya skala hypochondriasis) pada item tes yang sebenarnya yang membedakan orang dengan hypochondriasis dari 'normals'. Often, the questions that do this most reliably are not concerned with health issues as such. Seringkali, pertanyaan yang melakukan hal ini paling andal tidak peduli dengan masalah kesehatan seperti itu. This has two advantages. Ini memiliki dua keuntungan. First, it makes it very difficult for subjects to 'fake' responses, deny problems or give a particular impression. Second, the MMPI-2 is based on empirical research and not on a clinician's assumptions about what answers indicate particular personality traits. Pertama, itu membuat sangat sulit untuk mata pelajaran untuk 'palsu' respon, menyangkal masalah atau memberi kesan tertentu,. Kedua di-MMPI 2 didasarkan pada penelitian empiris dan bukan pada klinisi asumsi tentang apa jawaban menunjukkan ciri kepribadian tertentu.
Data dari MMPI-2 penilaian sangat berguna dalam pengaturan kesehatan kerja dalam presentasi kompleks dimana keraguan tentang apa yang benar-benar salah dengan pasien ada. Sebagai contoh, MMPI-2 biasanya harus bisa mendeteksi secara tidak sadar atau sadar somatizing berpura-pura sakit pada pasien. MMPI 2 juga dapat digunakan untuk menilai stabilitas psikologis pada pekerja di berisiko tinggi 'profesi' seperti pilot pesawat, polisi atau pekerja dalam industri tenaga nuklir.
Salah satu kelemahan dari MMPI-2 untuk dokter kesehatan kerja adalah bahwa MMPI-2 adalah berlisensi tes ketat dan hanya dapat dibeli, dikelola dan diinterpretasikan oleh seorang psikolog klinis yang berpengalaman sesuai atau psikiater. Karena itu, harus dianggap sebagai penyelidikan diagnostik kompleks untuk digunakan relatif jarang terjadi. Dibutuhkan kebanyakan orang antara 1 jam dan 90 menit untuk menyelesaikan-MMPI-2.
SKALA
MMPI yang asli memiliki 13 skala standar, tiga diantaranya berhubungan dengan validitas dan sepuluh lainnya berhubungan dengan indeks-indeks klinisi atau kepribadian. MMPI-2 dan MMPI-A yang lebih baru mempertahankan kesepuluh skala klinis/kepribadian maupun tiga skala validitas lainnya.
Skala Nama Singkatan Nomor Skala Jumlah Item
Validitas Cannot say ?
Variable response inconsistency VRIN 98
True response inconsistency TRIN 40
Infrequency F 60
Black-F Fb 40
Infrequency- psychopathology Fp 27
Fake bad scale FBS
Lie L 15
Correction K 30
Superlative Self Presentation S 50
Klinis (skala dasar) Hypochondriasis Hs 1 32
Depression D 2 57
Hysteria Hy 3 60
Psychopathic deviate Pd 4 50
Masculinity-feminity Mf 5 56
Paranoia Pa 6 40
Psychasthenia Pt 7 48
Schizophrenia Sc 8 78
Hypomania Ma 9 46
Social introversion Si 0 69
Isi Anxiety (kecemasan) ANX 23
Fears (ketakutan) FRS 23
Obsessiveness OBS 16
Depression DPS 33
Health concern HEA 36
Bezaare mentation BIZ 23
Anger ANG 16
Cynicism CYN 23
Antisocial practices ASP 12
Type A TPA 19
Low self-esteem LSE 24
Social discomfort SOD 24
Family problem FAM 23
Work inference WRK 33
Negative treatment indicator TRT 26
• SKALA VALIDITAS
MMPI adalah salah satu tes pertama yang mengembangkan skala-skala untuk mendeteksi apakah responden menjawab dengan cara yang akan membuat hasil-hasilnya secara kesleuruhan tidak valid.
• Skala “?” atau Cannot Say (SC)
Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi sekedar merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar profil. Kegunaan mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah memberikan salah satu dari beberapa indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu kemungkinan besar tidak valid dan tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal ini semata-mata karena jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi yang tersedia untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk menjawab seluruh pertanyaan.
• Skala VRIN
VRIN terdiri dari pasangan-pasangan pertanyaan terpilih yang diharapkan untuk dijawab secara konsisten jika orang itu mendekati tes dengan cara yang valid. Setiap pasangan item memiliki isi yang mirip atau berlawanan.
• Skala TRIN
Skala ini sama sepperti skala VRIN akan tetapi, hanya pasangan-pasangan dengan isi berlawanan yang di masukan.
• Skala F
Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal dan menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dna MMPI-2 diseleksi berdasrakan dukungan oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic, mereka merefleksikan cara berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F biasanya disertai oleh skor-skor yang tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi sering dapat digunakan sebagai indicator umum patologi. Seseorang yang mempunyai skor tinggi mugnkin juga “faking bad”, yang bias menginvilidasi protokolnya.
• Skala Fb
Keempat puluh item Fb MMPI-2 dirancang untuk mengidentifikasi cara merespon “fake bad” (pura-pura sakit) untuk 197 item terakhirnya. Tanpa skala Fb, tidak aka nada pengecekan pada validitas beberapa item selanjutnya.
• Skala Fp
Oleh akrena skala F biasanay terelevasi pada pasien-pasien psikiatrik, sering kali sulit untuk membedakan anatar para penyandang psikopatologi sejati dengan mereka yang menyandang sedikit patologi, tetapi berpura-pura sakit.
• Skala FBS
Fake bad scale (FBS) dikembangkan dengan harapan bahwa skala ini akan dapat mendeteksi pihak yang mengajukan tuntutan cedera pribadi yang membesar-besarkan masalahnya . studi-studi lain mengindikasikannya sebagai salah satu skala terbaik MMPI-2 untuk mendeteksi kepura-puraan.
• Skala L
Skala L atau lie (kebohongan) terdiri atas 15 item yang mengindikasikan sejauh mana seorang klien berusaha mendeskripsikan dirinya dengan cara positif yang tidak realistis. Jadi, mereka yang mendapat skor tinggi mendeskripsikan dirinya secara terlalu perfeksionis dan idealis.
• Skala K
Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam mendeskripsikan dirinya. Jadi, skala ii mempunyai kesamaan dengan skala L. akan tetapi, skala K, lebih subtil dna efektif. Bila hanya individu-individu yang naïf, moralistic dan tidak rumit saja yang akan mendapatkan skor tinggi pada skala L, orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis mungkin mempunyai skor K yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak menunjukan elevasi pada skala L.
• Skala S
Skala S dikembangkan dengan harapan bahwa skala bias mengidentifikasikan dengan lebih akurat orang yang berusaha tampak terlalu baik. Kelima puluh item skala S dikembangkan dengan mencatat perbedaan-perbedaan dalam dukungan dalam terhadap item antara orang dalam situasi perkejaan yang cenderung menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan sempel respon normative. Jadi, orang yang mendukung beberapa item ini dengan jumlah tinggi menampilkan dirinya sebagai orang yang rukun dengan orang lain, bebas dari masalah psikologi, dan mempunyai keyakinan yang kuat terhadap kebaikan manusia. Skala ini tampaknya tidak efektif dalam mendiskriminasikan antara nonpasien yang diminta menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan orang yang diminta untuk merespon secara jujur.
• SKALA KLINIS
• Hypochondriasis (Hs)
Skala 1 awalnya dirancang untuk membedakan penderita hipokondriasis dengan para pasien dengan tipe-tipe psikiatrik lainnya. Meskipun skla itu dapat menunjukan diagnosis hipokondriasis, namun skala itu paling berguna sebagai sebuah skala untuk mengindikasikan berbagai macam karakteristik kepribadian, tetapi belum tentu konsisten dengan diagnostic untuk hipokondriasis.
• Depression
Kelima puluh tujuh item skala dua berhubungan dnegan brooding, kelmabanan fisik, perasaan depresi yang subjektif, apati mental, dan malfungsi fisik.skor tinggi mungkin mengindikasikan berbagai kesulitan disalahsatu bidang atau lebih. Orang yang mendapat skor tinggi pada skala 2 biasanay dideskripsikan sebagai orang yang uska mengkritik dirinya, menarik diri, suka menyendiri, pendiam dan retiring (mengundurkan diri).
• Hysteria
Dirancang untuk mengindikasikan psien-pasien yang telah mengembangkan gangguan-gangguan atua motorik-motorik yang berbasis psikogenetik. Fitur penting orang yang mempunyai skor tinggi pada skala ini adalah mereka secara stimulan melaporkan keluhan-keluhan fisik tertentu, tetapi juga menggunakan gaya pengingkaran dimana mereka mungkin mengekspresikan optimism secara berlebih-lebihan.
• Psychopathic deviant
Skala ini untuk mengetes tingkat penyesuaian social seseorang secraa umum. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan bidang-bidang seperti derajat pengasingan diri dari keluarga, kedap social, masalah dengan sekolah dan figure otoritas, dan pengasiangan dari diri sendiri dan masyarakat.
• Masculinity-feminity
Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi laki-laki yang mengalami maslaah dnegan perasaan homoseksual dan kebingungan identitas gender. Akan tetapi, upaya ini kurang berhasil karena skor yang tinggi tampaknya tidak mempunyai kaitan yang jelas dengan preferensi seksual.
• Paranoia
Untuk mengidentifikasi orang dengan kondisi atau keadaan paranoid. Ia mengukur derajat sensitifitas interpersonal, kebijakan-diri, dankecurigaan seseorang. Elevasi ringan pada skala 6 menunjukan bahwa orang itu emosional, berhati lembut, dan mengalami sensitivitas interpersonal. Bila elevasi lebih tinggi, kecurigaan dan sensitifitas seseorang menjadi lebih ekstrim dan konsisten dalam proses-proses psikotik.
• Psychasthenia
Keempat puluh delapan item pada skala 7 awalnya dirancnag untuk mengukur sindroma psikastenia.
• Schizophrenia
Skala ini dirancnag untuk mengidentifikasi orang yang mengalam kondisi skizofrenik atau mirip. Tujuan ini sebagian berhasil dalam arti bahwa diagnosis skizofrenia muncul sebagai sebuah kemungkinana dalam kasus ornag yang mendapat skor ekstreem tinggi. Akan tetapi, bahkan orang yang mendapat skor cukupo tinggipun belumtentu memenuhi criteria skizoprenia.
• Hypomania
Keempat puluh enam item pada skala 9 awalnya dikembangkan untuk mengidentifikasikan ornag yang mengalami gejala-gejala hipomanik. Gejala-gejala ini mungkin mencakup periode-periode siklis euphoria, iritabilitas yang mengikat, dan aktivitas tidak produktif yang eksesif yang mungkin digunakan sebagai distraksi untuk menghancurkan depresi. Skala ini efektif buakn hanay dalam mengidentifikasi orang dengan kondisis manic tingkat sedang, tetapi juga dalam mengidentififkasi karakteristik kelompok-kelompok bukan pasien.
• Social introversion
Skala ini dikembangkan dari person wahasiswa pada pertanyaan-pertanyaan yang terkait dnegan kontinumintroversi-ekstraversi. Skala ini divalidasi berdasarkan sejauh mana mahasiswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan social. Skor yang tinggi menunjukan bawha responden pemalu, mempunyai keterampilan social yang terbatas, merasa tidak nyaman dlaam interaksi sososial, dan menarik diri dari banyak situasi interpersonal.
• RELIABILITAS & VALIDITAS
Studi-studi reliabilitas MMPI orisinal itu menunjukan bahwa MMPI itu mempunyai tingkat stabilitas temporal dan konsistensi internal yang sedang-sedang saja. Hunsley, Hanson dan Parker (1988) melakukan sebuah meta-analisis terhadap studi-studi yang dilakukan terhadap MMPI antara tahun 1970 dan 1981 dan menyimpulakan “semua MMPI cukup reliable, yang nilai-nilainya berkisar mulai serendah 0,71 (sakala Ma) sampai setinggi0,84 (skala Pt).
Skala validitas ini dalam MMPI-2 RF adalah revisi kecil dari mereka yang terdapat dalam MMPI-2, yang meliputi tiga jenis dasar dari langkah-langkah validitas: orang-orang yang dirancang untuk mendeteksi non-merespons atau tidak konsisten menanggapi (SSP, VRIN, Trin), yang dirancang untuk mendeteksi ketika klien atas pelaporan atau melebih-lebihkan prevalensi atau keparahan gejala psikologis (F, Fb, Fp, FBS), dan yang dirancang untuk mendeteksi apabila tes-taker berada di bawah-pelaporan atau mengecilkan gejala psikologis (L, K) ). Sebuah tambahan baru dengan skala validitas untuk MMPI-2 RF mencakup atas pelaporan skala skala gejala somatik (Fs).
Singkatan Dalam versi baru Deskripsi Menilai
CNS 1 1 "Tidak bisa Katakanlah" Pertanyaan belum terjawab
L 1 1 Berbohong Klien "berpura-pura baik"
F 1 1 Kejarangan Klien "berpura-pura buruk" (dalam paruh pertama uji)
K K 1 1 Defensif Penolakan / menghindar
Fb Fb 2 2 Kembali F Klien "berpura-pura buruk" (dalam setengah terakhir uji)
VRIN VRIN 2 2 Variabel Respon Inkonsistensi pasangan menjawab pertanyaan serupa / berlawanan tidak konsisten
TRIN 2 2 Respon Benar Inkonsistensi menjawab pertanyaan semua benar / semua palsu
FK 2 2 F minus K kejujuran tanggapan uji / tidak berpura-pura baik atau buruk
S 2 2 Superlative Self-Presentation Superlatif Self-Presentasi meningkatkan pada skala K, "muncul terlalu baik"
Fp 2 2 F-Psychopathology penyajian dalam setting klinis
Fs Fs 2 RF 2 RF Jarang somatik Respon Overreporting gejala somatik
• ADMINISTRASI
MMPI-2 dapat diadministrasikan pada orang yang berumur 16 thun keatas dengan tingkat kemampuan membaca kelas delapan (kelas 2-SMP) tetapi norma-norma remaja perlu digunakan. Akan tetapi opsi yang lebih baik untuk individu yang berumur antara 14 dan 18 tahun adalah dengan meminta mereka mengerjakan MMPI-A. Secara khusus, examiner seharusnya menjelaskan kepada klient alas an pengetesan dan bagaimana hasilnya akan digunakan.mungkin juga perlu dikemukakan bahwa tes itu dirancang untuk menentukan apakah seseorang menampilakn dirinya sendiri dengan cara yang positif, tetapi tidak realistis atau menunjukan gangguannya secara berlebih-lebihan. Jadi strategi yang terbaik adalah meminta examinee untuk sejujur dna sejelas mungkin. Terakhir, mungkin perlu diklarifikasikan bahwa sebagian, atau bahkan banyak , pertanyyannya mungkin tampak agar tidak biasa.
MMPI-2 dan MMPI-A hanya mempunyai boolet form, meskipun mereka tersedia dengan softcover atau hardcover. Penyelesaian 370 item yang pertama pada MMPI-2 dan 350 item pertama pada MMPI-A memungkinkan untuk penskoran beberapa skala validitas dasar skala klinis standar. 197 item terakhir MMMPI-2 dan 128 item terakhir MMPI-A digunakan untuk menskor skala-skala suplementer dan skala isi yang berbeda. Pengadministrasian computer online tersedia melalui national computer systems. Untuk orang yang mempunyai kesulitan khusus, sebuah form/ bentuk individual (box) dan sebuah bentuk rekaman suara telah dikembangkan.
Panjangnya MMPI yang kadang-kadang menjadi penghalang itu telah mendorong perkembangan banyak bentuk pendek. Akan tetapi kebanyakan belum ditemukan cukup reliable atau valid. Salah satu bentuk singkat yang bsia diterima adalah mengadministrasikan semua item yang diperlukan untuk menskor skala-skala validitas dasar dan skala-skala klinis standar saja (misalnya, 370 item pertama MMPI-2 atau 350 item pertama MMPI-A). dua opsi lainnya adalah menggunakan ke-388 item MMPI-2 Restructured form atau administrasi yang diadptasikan untuk computer.
• PROSEDUR INTERPRETASI
Delapan langkah dibawah ini direkomendasikan untuk menginterpretasi profil-profil MMPI-2 dan MMPI-A. Langkah-langkah ini seharusnya diikuti dengan pengetahuan dan kesadaran tentang implikasi umur, budaya, tingkat intelektual, pendidikan, tingkat fungsi maupun alas an, motivasi, maupun konteks assessment. Sementara itu, melihat konfigurasi tes secara keseluruhan (langkah 4,5 dan 6), klinisi dapat mengelaborasi makna skala-skala yang berbeda dan hubungan di antara skala-skala dengan melihat hipotesis-hipotesis interpretif y6ang berkaitan dengannya.
• Waktu Penyelesaian
Examiner seharusnya mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes. untuk orang yang sedikit terganggu, yang berumur 16 tahun atau lebih, dengan IQ rata-rata, dan pendidikan kelas delapan, waktu penyelesaian total untuk MMPI-2 seharusnya kira-kira 90 menit. Administrasi computer biasanya 15 sampai 30 menit lebih singkat (60-75 menit secara total). MMPI-A biasanya membutuhkan waktu 60 menit dan dengan komputer biasanya 15 menit lebih singkat (45 menit secara total). Jika dibutuhkan waktu dua jam atau lebih untuk MMPI-2 atau 1,5 jam atau lebih untuk MMPI-A, kemungkinan-kemungkinan dibawah ini harus dipertimbangkan.
• Gangguan psikologis berat, khususnya depresi atau psikosis fungsional berat
• Tidak mampu memutuskan
• IQ dibawah rata-rata atau kemampuan membaca yang buruk akibat latar belakang pendidikan yang tidak kuat
• Hendaya serebral
Akan tetapi, jika examinee menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 60 menit, examiner seharusnya curiga bahwa profil itu tidak valid, ada kepribadian impulsive, atau keduanya.
Catat semua penghapusan jawaban atau titik-titik yang dibuat dengan pensil diatas lembar jawaban. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa orang itu mengerjakan tesnya dengan serius dan mengurangi kemungkinan menjawab secara acak ; penghapusan dalam jumlah banayk mungkin kerefleksikan kecenderungan obsesuf-kompulsif.
• Menskor Jawaban Tesnya dan Membuat Plot Profilnya
Selesaikan penskoran dan buat plot profilnya. Petunjuk khusus untuk menabulasikan skor-skor kasar MMPI-2 dan mengonversikannya menjadi profil tersedia dalam lampiran. Catat skor item-item kritisnya dan catat item-item mana yang menunjukan tren-tren penting. Sering kali membantu jika sampai titik tertentuklinisi itu mereview beberapa item tersebut bersama klient dan mendapatkan berbagai elaborasi. Secara khusus, sanagt esensial untuk menentukan apakah orang itu memahami apa yang ditanyakan oleh itemnya. Selain itu, kadang-kadang membantu jika kita memerikasa lembar-lembar jawabannya dan mencatat pertanyaan-pertanyaan mana yang terlewati, kalau ada. Diskusi dengan klient tentang mengapa ia memilih untuk tidak merespons bias menambah informasi tentang bagaimaan ia berfungsi secara psikologis dan bidang-bidang apa yang emnimbulakan konflik bagi dirinya.
• Mengorganisasikan Skala-skala dan Mengidentifikasi Tipe Kode
Mengembangkan kode-kode rangkuman memberiakn metode cepat untuk mecatat hasil-hasil MMPI-2/MMPI-A. tipe kode dapat ditentukan dengan sekedar melihat dua elevasi skala tertingi. Perlu dicacat bahwa scale 5 n 0 bukan skala-skala yang strict (tepat) klinis, jadi mereka tidak digunakan dalam menentukan tipe kode. Examiner perlu ingat bahwa hanya tipe-tipe kode yang didefinisikan dengan jelas yang dapat diinterpretasikan dengan aman. Sebuah tipe kode yang terdefinisi dengan baikadalah jika skala-skala didalamnya terelevasi diatas 65 dan skala-skala yang digunakan untuk menentukan tipe kodenya 5 poin skor T atau lebih diatas skala-skala tertinggi berikutnya. Profil-profi yang kurang terdefinisi dengan jelas seharusnya diinterpretasi dengan mencatat setiap skala yang terelevasi dan setelah itu mengintegrasikan makna-makna yang didapatkan dari descriptor-deskriptor yang berbeda.
• Menentukan Validitas Profil
Ases validitas profil dengan mencatat pola skala-skala validitasnya. Ada sejumlah indicator yang menunjukan profil-profil yang tidak valid, yang dideskripsikan dibagian berikutnya. Pola-pola dasarnya itu, yakni gaya defensive yang meminimalkan patologi atau pola respons yang tidak konsisten. Disamping itu, klinisi seharusnya mempertimbangkan konteks asesmen untuk menentukan apakah gaya respon yang defensif, fake bad, atau tidak konsisten mendukung apa yang diketahui tentang klient. Secara khusus, seharusnya examiner menentukan kemungkinan bahwa examinee secara potensial mendapatkan hasil tes dengan overreporting atau underreporting psikopatologi.
• Menentukan Tingkat Penyesuaian Secara Umum
Catat jumlah skala yang diatas 65 dan elevasi relative skala0skala tersebut. Sejauh mana F terelevasi juga dapat menjadi indicator yang smepyrna untuk tingkat patologi. Semakin banyak dan elevasi skala-skala ini, semakin besar kemungkinan individu untuk emndapatkan kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab dasarnya dan mengalami ketidaknyamanan social maupun pribadi.
• Mendeskripsikan Gejala, Perilaku, dan Ciri-ciri Kepribadian
Langkah ini merepresentasikan proses inti dalam interpretasi. Elevasi ringan pada skala-skala individual merepresentasikan kecendurangan atau tren dalam kepribadian individu. Interpretasinya harus diperlakukan dengan hati-hati untuk deskriptor-deskriptor yang lebih ekstrem yang di buang atau di parafrasakan untuk merepresentasikan karakteristik-karakteristik yang lebih ringan. Skor-skor dalam rentang ini pada MMPI-A di soroti dengan shading, sehingga menunjukkan zona marginal atau transisional antara normalitas dan patologi. Elevasi di atas 65 pada MMPI-2 dan MMPI-A merupakan karakteristik yang lebih kuat dari individu dan dengan pwningkatan yang secara progresif semakin besar, cenderung merepresentasikan fitur-fitur inti dari fungsi kepribadian. Akan tetapi, mendasarkan interpretasi pada elevasi-elevasi skor T tertentu semata bisa menyesatkan, karena ciri-ciri demografis atau tingkat fungsi seorang klien bisa mengubah interpretasinya. Klinisi perlu mengintrepastiskan keakuratan makna potensial dengan mempertimbangkan buka hanya elevasi-elevasi, tetapi juga variabel-variabel lain yang relevan. Selain itu masing-masing deskripsinya adalah modal. Mereka seharusnya dianggap sebagai kemungkinan interpretasi yang belum tentu berlaku untuk semua orang yang mempunyai skor tertentu. Mereka sekadar hipotesis yang perlu verifikasi lebih lanjut. Poin ini di garis bawahi oleh temuan bahwa kira-kira dalam rentang 40% dari deskriptor-deskriptor yang di hasilkan komputer tidak berlaku pada orang yang diases (Butcher et al., 2000).
Meskipun skor-skor T tidak di berikan untuk kebnyakan interpretasi skala, mereka di masukkan dalam subbagian tentang skala-skala validitas. T validitas dan kadang-kadang skor kasar di masukkan karena ada penelitian ekstensif tentang skor cutoff yang optimal.
Selama proses interpretasi, jangan sekadar mencatat makna masing-masing skala, tetapi juga memriksa pola atau konfigurasi tes secara keseluruhan dan mencatat "puncak-puncak" dan "lembah-lembah" relatifnya. Konfigurasi-konfigurasi yang tipikal mungkin termasuk, misalnya "conversion V" yang merefleksikan kemungkinan gangguan konversi atau elevasi Skala 4 dan 9, yang merefleksikan kemungkinan yang tinggi untuk acting-out behavior. Perlu di catat bahwa semua skala yang lebih dari 65 atau kurang dari 40 sangat penting bagi interpretasi secara keseluruhan. Ketika berusaha memahami makna sebuah profil dengan dua elevasi skala klinis atau lebih, di rekomendasikan bahwa klinisi membaca deskriptor-deskriptor untuk masing-masing skala maupun deskripsi-deskripsi kode 2-poin yang relevan. Juga di rekomendasikan bahwa, ketika membaca tentang elevasi-elevasi pada skala tunggal, klinisi seharusnya membaca makna elevasi-elevasi yang tinggi dan rendah maupun informasi yang lebih umum tentang skala yang relevan. Elaborasi lebih lanjut tentang makna elevasi skala dan tipe kode bisa didapatkan dengan menskor dan menginterpretasi skala-skala isi, Harris-Lingoes dan sub skala Si, skala-skala suplementer, skala-skala klinis yang direstrukturisasi, dan/atau beberapa item kritis. Jika informasi interpretatif tersedia, klinisi dapat memeriksa profil individu bersama persyaratan pertanyaan rujukan, yaitu menentukan deskripsi yang relevan untuk masing-masing bidang ini.
Banyak deskripsi klien yang di fokuskan pada defisit klien. Dengan demikian, klinisi sering berusaha menerjemahkan interpretasi ini ke dalam bahasa sehari-hari yang ramah klien. Untuk membantu ini, pernyataan umpan balik klien yang di peroleh dari Lewak et al. (1990) di masukkan ke dalam deskripsi skala klinis individu. Bahasanya telah di pilih agar terasa empatik, meningkatkan rapport, dan meningkatkan kemungkinan klien untuk tumbuh. Pernyataan-pernyataan itu juga dapat di edit untuk mengembangkan interpretasi yang lebih di fokuskan pada klien untuk di gunakan dalam laporan aktual.
• Memberikan Impresi Diagnostik
Meskipun MMPI orisinil dan MMPI-2/MMPI-A belum berhasil untuk langsung menghasilkan diagnosis, mereka sering menyumbangkan informasi yang cukup banyak, yang relevan untuk formulasi diagnosis. Di bagian tipe-tipe kode, berbagai kemungkinan di diagnosis DSM-IV-TR yang konsisten dengan masing-masing tipe kode telah dimasukkan. Klinisi seharusnya mempertimbangkan ini, bersama informasi tambahan yang tersedia, untuk membantu membuat diagnosis yang akurat. Di bebrapa konteks dan untuk bebrapa tipe pertanyaan rujukan, diagnosis formal akan relevan; tetapi, untuk konteks-konteks dan pertanyaan-pertanyaan rujukan lain, diagnosis formal tidak akan di butuhkan atau tidak akan cocok (misalnya, penyaringan karyawan). Review lebih jauh terhadap berbagai pertimbangan dan pedoman yang di deskripsikan dalam Langkah 6 mungkin berguna dalam mengekstrasi informasi yang relevan untuk diagnosis.
• Mengelaborasi Implikasi dan Rekomendasi Penanganan
Salah satu pelayanan yang paling berharga yang dapat de beri seorang praktisi adalah memprediksi kemungkinan klien untuk mendapatkan manfaat dari interfensi. Hal ini biasanya berarti mengelaborasi kekuatan dan kelemahan seseorang, tingkat defensifnya, kemampuannya untuk membentuk hubungan penanganan, prediksi respons terhadap psikoterapi (catat terutama skala Es [Ego Strength] dan TRT), tendensi antisosial, dan tingkat insight. Banyak di antara informasi ini yang di rangkum di akhir sub bagian tentang elevasi skala dan tipe kode. Jika melaksanakan pekerjaan ekstensif dengan tipe-tipe klien tertentu, klinisi mungkin perlu memperluas pengetahuan yang terkait dengan tipe dan hasil penanganan dengan merujuk pada basis penelitian ekstensif yang tersedia. Responsivitas terhadap penanganan bisa di perluas lagi dengan memberikan saran-saran untuk menyesuaikan intervensi-intervensi spesifik untuk berbagai profil klien dan berbagai tipe permasalahan. Mereview bidang-bidang, pertimbangan, dan pedoman yang di deskripsikan dalam Langkah 6 mungkin berguna dalam mengekstraksi informasi yang relevan dengan rencana penanganan. Sumber lain yang berguna dalam proses ini adalah Use of Psychological Testing for Treatment Planning and Outcome Assesment dari Maruish (1990). Lewak et al. (1990) tidak hanya memberikan saran-saran untuk penanganan, tetapi juga mengikhtisarkan prosedur langkah-langkah untuk mentranslasikan hasil-hasil MMPI-2 menjadi umpan balik yang jelas dan relevan bagi klien. Langkah-langkah ini termasuk isu-isu spesifik untuk latar belakang dan pengalaman hidup awal klien dan saran-saran untuk menolong diri sendiri. Pernyataan-pernyataan ini dapat di gunakan untuk memberikan umpan balik secara ramah pengguna, yang akan cenderung meningkatkan rapport dan mengoptimalkan pertumbuhan klien. Selain itu manual oleh Finn (1996) untuk menggunakan MMPI-2 sebagai intervensi terapeutik.
• BEBERAPA ITEM KRITIS
Salah satu alternatif untuk analisis ini, selain menskor dan menginterpretasi skala-skala aktual, adalah menginterpretasi makna beberapa item yang berdasarkan isinya, tampak berhubungan dengan berbagai bidang psikopatologi (ide bunuh diri depresif, kebingungan mental, dan lain-lain) atau arah item-item ini mungkin merepresentasikan patologi serius, terlepas dari bagaimana orang itu merespons bagian lain inventori. Item-item ini di sebut sebagai pathogonomic items, stop items, atau yang lebih sering critical items. Di asumsikan bahwa arah respons seseorang merepresentasikan contoh perilaku orang itu dan berfungsi seperti sebuah skala pendek yang menunjukkan tingkat fungsi orang itu secara umum. Beberapa item kritis sangat berguna ketika klinisi melihat isi item individual dalam kaitannya dengan tipe-tipe informasi tertentu yang di ungkap oleh item tersebut. Informasi ini bisa di gunakan untuk memandu wawancara lebih lanjut. Akan tetapi, interpretasinya perlu di lakukan dengan hati-hati, karena beberapa item tersebut rawan acquiescing response (respons yang cenderung setuju) (kunci sebagian item-nya ke arah "True") dan faking bad. Mereka seharusnya tidak di anggap sebagai skala, tetapi komunikasi langsung tentang bidang-bidang yang spesifik untuk isi item tersebut. Daftar bebrapa item kritis dapat ditemukan dalam manual MMPI-2 (Butcher et al., 2001); beberapa item ini biasanya diskor oleh program-program dengan bantuan komputer.
Meskipun daftar beberapa item kritis sudah dimasukkan dalam manual MMPI-2 (Butcher et al., 2001), klinisi seharusnya menggunakan daftar ini dengan hati-hati pada remaja. Pertama, remaja normal maupun populasi-populasi klinis remaja secara rata-rata membenarkan beberapa item kriris dua kali lipat lebih banyak di banding orang dewasa normal (Archer & Jacobson, 1993). Di samping itu, remaja normal maupun berbagai populasi klinis membenarkan beberapa item dengan frekuensi yang hampir sama, sehingga menunjukkan bahwa beberapa item itu seharusnya tidak di gunakan untuk membedakan kedua kelompok ini. Hal ini berarti bahwa upaya-upaya empiris untuk mengembangkan daftar beberapa item kritis untuk remaja mungkin mengalami kesulitan. Sebagaimana MMPI/MMPI-2, klinisi seharusnya tidak memperlakukan klaster-klaster item kritis sebagai skala-skala kasar yang akan di interpretasi. Alih-alih, isi item individual seharusnya di gunakan untuk mengembangkan pernyataan-pernyataan wawancara yang spesifik, dan penyimpangan relatif beberapa item ini seharusnya di tangani dengan toleransi yang tepat.
16 PF ( SIXSTEEN PERSONALITY FACTOR QUESTIONAIRE)
SEJARAH ALAT TES
Tes kepribadin 16 faktor merupakan karya adaptasi dari “ sixteen personality factor questionaire (16 PF)” yang di ciptakan oleh Raymond B. Cattel. Tes itu diterbitkan oleh institut for personality and ability (IPAT) pada tahun 1972 .
Tes kepribadian 16 faktor terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :
Bentuk A,B,C,D,E dan F. Bentuk A,B,C,D dapat menggunakan buku manual singkat, bentuk E dan F adalah untuk indifidu-indifidu yang mengalami kesukaran atau hambatan di dalam pendidikan dan membaca.
16 PF dirancang untuk usia 16 th ke atas. Sedang tes kepribadian yang serumpun dengan ini dan di peruntukkan bagi usia yang lebih muda ialah:
“UR-SR HIGH SCHOOL PERSONALITY QUESTIONAIRE (HSPQ)”, yaitu untuk usia 12- 16 th “ CHILDREN`S PERSONALITY QUESTIONAIRE (CPQ)”, yaitu untuk usia 8-12 th “ EARIY SCHOOL PERSONALITY QUESTIONAIRE (ESPQ)”, yaitu untuk usia 6-8 th.
Manual singkat ini hanya untuk keperluan pelaksanaan tes dan penilayan (scoring). Urayan tentang kepribadian dengan 16 factor ini dan di urayan-urayan statistiknya di berikan di dalam HND BOOK FOR THE 16 PF. Demikian pula dimensi-dimensi psikologis yang berarti yang telah di teliti dengan analisis factor pada orang-orang normal maupun kasus-kasus klinis, di uraikan dalam HND BOOK tersebut. Oleh sebab itu untuk pemakayan tes, di anjurkan untuk melihat lebih lanjut di dalam HND BOOK, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan arti yang lain dan tingkahlaku yang di ramalkannya.
Faktor-faktor kepribadian yang di ukur oleh 16 PF bukan saja unik, tetapi juga benar-benar berdasar pada teori-teori pada umumnya. Dimensi- dimensi kepribadian tersebut secara singkat akan di uraikan di dalam bagian pertama dari manual. Setiap factor di beri abjat dan urayan singkat untuk sekor-sekor yang rendah dan tinggi.
Tentang pelaksanaan tes dan sistim sekoring terdapat pula pada bagian pertama tersebut. Urayan yang lebih lengkap dari masing-masing factor, terdapat di bagian ke dua. Pada pkoknya, ke 16 dimensi atau sekala kepribadian ini saling berdiri sendiri. Setiap soal didalam tes tersebut untuk satu sekor dan hanya satu factor saja. Dengan demikian tidak terdapat ketergantungan seperti yang ditunjukkan oleh level dari konstruksi sekala tersebut.
Lebih lanjut lagi, secara experimen diperoleh korelasi yang rendah diantara ke 16 sekala tersebut. Tes 16 PF yang di perkenalkan disini adalah bentuk C. Tes ini baik untuk kelompok-kelompok pekerja, kariawan perusahaan, orang dewasa normal, dan orang-orang berpendidikan formal. Untuk kasus klinis di anjurkan untuk memakai tes CLINICAL ANLYSIS QUESTIONAIRE (CAQ) diciptakan oleh penulis yang sama dan di terbitkan oleh IPAT juga.
LANDASAN TEORI DAN ASPEK YANG DIUNGKAP
Sixteen Personality Factors Questionnaire (Sixteen PF)
Berdasarkan riset factorial, Cattell dan rekan-rekan kerjanya telah mengembangkan sejumlah inventori kepribadian, dan yang paling dikenal adalah Sixteen Personality Factor Questionnaire, yang sekaang sudah memasuki edisi kelima (Cattell, Cattell, & Cattell, 1993; Conn & Rieke, 1994; Russell & Karol, 1994). Diterbitkan pertama kali pada tahun 1994, 16 PF dirancang untuk umur 16 tahun ke atas dan menghasilkan 16 skor dalam cirri-ciri, seperti keberanian social, dominasi, kewaspadaan, stabilitas emosional, dan kesadaran peraturan. Ke-16 faktor ini, yang diidentifikasikan oleh huruf yang sama pada berbagai edisi 16 PF, telah disempurnakan selama bertahun-tahun dan dinamakan kembali, sebagai terminology esoteric yang awalnya digunakan Cattell untuk menamakan cirri-ciri yang umumnya telah dibuang. Contohnya, ekstrem yang melabuhkan dimensi yang sekarang disebut keberanian sosial pertama kali diberi label “Threctia” dan “Parmia”, masing-masing pada sisi malu dan berani.
Kelima edisi 16 PF ini tersedia dalam hanya satu bentuk dan terdiri dari 185 butir soal, yang kebanyakan diseleksi dari bentuk –bentuk kuesioner sebelumnya berdasaran isi dan ciri-ciri psikometris. 16 PF ini telah dinormalkan kembali pada sampel 2.500 individu yang diseleksi untuk kurang-lebih mewakili penduduk AS pada sensus tahun 1990 dalam kaitannya dengan jenis kelamin, ras, distribusi usia, dan pendidikan. Salah satu ciri unik dari 16 PF adalah dimasukkannya 15 butir soal yang disajikan secara berdampingan pada akhir inventori di bawah judul “Pertanyaan-pertanyaan Pemecahan Masalah”, butir soal ini terdiri dari skala penalaran, yang dimaksudkan sebagai ukuran cepat atau kemampuan mental. Di samping itu, kuesionernya sekarang memiliki 3 indeks gaya respon yang dirancang untuk menaksir persetujuan diam-diam, respon acak, dan usaha untuk menampilkan diri sendiri secara tidak realistis sebagai entah memiliki kualitas yang diinginkan entah tidak diinginkan entah tidak diingkan secara sosial.
16 PF mempunyai 5 macam bentuk yaitu A, B, C, D dan E. Tes ini dapat dikenakan untuk mereka yang telah berusia 16 tahun keatas. Bentuk A, B, C, D dirancang untuk mereka yang tingkat membacanya rendah.
Tes Non Proyektif | Tes EPPS |16 PF(sixteen personality factor questionaire (16PF)|MMPI(Minnesota ultiphasic Personality Inventory- Adolescent)|MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) | Papi Kostick | MSDT | NSQ | SOV (study of value)|Sejarah Tes Non Proyektif | Landasan Teori | Material Tes | Penyajian Pengetesan | Tahapan Skoring |Berisikan tentang sejarah,pengertian, teori, teknik-teknik non-proyektif, macam-macam tes non-proyektif, ciri – ciri tes non-proyektif, contoh – contoh mengenaites non-proyektif, kelebihan dan kekurangan tes non-proyektif .
(MMPI)
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
Minnesota asli Multifase Personality Inventory (MMPI) diterbitkan pada tahun 1940 dan versi revisi kedua MMPI-2-diterbitkan pada tahun 1989. It is the most widely used psychometric test for measuring adult psychopathology in the world. Ini adalah tes psikometri yang paling banyak digunakan untuk mengukur psikopatologi dewasa di dunia. The MMPI-2 is used in mental health, medical and employment settings. The MMPI-2 digunakan dalam pengaturan kesehatan, medis dan kerja mental.
Para penulis asli dari MMPI adalah R. Starke Hathaway , PhD, dan JC McKinley , MD. MMPI merupakan hak cipta dari University of Minnesota. MMPI dikembangkan pada tahun 1930 di Universitas Minnesota sebagai tes kepribadian yang komprehensif dan serius yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah kejiwaan. Direvisi pada tahun 1989 sebagai MMPI-2 dan versi untuk remaja dikembangkan (MMPI-A). Ada juga versi singkat (MMPI-3).
Pengembangan awal MMPI dimulai pada 1939 di Universitas of Minnesota oleh dua orang penulisnya. Mereka menginginkan sebuahinstrumen yang dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam mengakses pasien-pasien dewasa selama pekerjaan psikiatrik rutin dan yang dpaat menentukan dengan kuat tingkat keparahan gangguan mereka. Disamping itu, Hatchway dan McKinley tertarik untuk mengembangkan sebuah estimasi objektif tentang perubahan yang dihasilkan oleh psikoterapi atau dalam variable-variabel lain dalam kehidupan pasien. Pendekatan terpenting selama pengonstruksian MMPI adalah empirical criterion keying. Hal ini mengacu pada pengembangan, pemilihan, dan penskoran beberapa item dalam skala berdasarkan criterion acuan eksternal tertentu. Sebagai contoh, seorang konstruktor tes mungkin percaya bahwa sebuah item seperti “kadang-kadang sayamerasa nyaris mustahil bias bangun dipagi hari’ adalah pernyataan yang secara teoritis cukup baik untuk digunakan dalam mengakses depresi. Akan tetapi jika sebuah sempel populasi dari pasien-pasien depresi tidak memberikan respon yang berbeda disbanding kelompok normatif, maka item itu tidak akan dimasukan.
Revisi besar pertama dari MMPI adalah MMPI-2, yang standar pada sampel nasional baru orang dewasa di Amerika Serikat dan dirilis pada tahun 1989. Hal ini sesuai untuk digunakan dengan 18 orang dewasa dan lebih. revisi berikutnya dari elemen uji tertentu telah diterbitkan, dan berbagai macam sub-skala juga diperkenalkan selama bertahun-tahun untuk membantu dokter menginterpretasikan hasil skala klinis asli, yang telah ditemukan mengandung faktor umum yang membuat interpretasi dari nilai pada skala klinis sulit. MMPI saat-2 memiliki 567 item, semua format benar atau palsu, dan biasanya memakan waktu antara 1 dan 2 jam untuk menyelesaikan, tergantung pada tingkat membaca. Ada formulir yang digunakan jarang disingkat uji yang terdiri dari MMPI 2-pertama yang 370 item. Versi yang lebih pendek telah terutama digunakan dalam keadaan yang belum memungkinkan versi lengkap akan selesai (misalnya, penyakit atau tekanan waktu), tetapi skor yang tersedia pada versi pendek tidak begitu luas seperti yang tersedia dalam versi 567-item. A dan psychometrically meningkatkan versi baru-MMPI 2 baru-baru ini dikembangkan menggunakan metode statistik yang ketat yang digunakan untuk mengembangkan Timbangan RC tahun 2003. Bentuk MMPI-2 direstrukturisasi baru (MMPI-2-RF) kini telah dirilis oleh Pearson Penilaian. MMPI-2-RF menghasilkan nilai pada teori grounded, hirarkis terstruktur set timbangan, termasuk Timbangan RC. Metode modern yang digunakan untuk mengembangkan MMPI-2-RF tidak tersedia pada saat MMPI pada awalnya dikembangkan. MMPI-2-RF dibangun di atas fondasi Scales RC, yang telah secara ekstensif diteliti sejak publikasi mereka pada tahun 2003. Publikasi di-2-RC Scales MMPI meliputi bab buku, beberapa artikel yang dipublikasikan dalam peer-review jurnal, dan alamat penggunaan skala dalam berbagai pengaturan 2-RF skala istirahat-MMPI pada asumsi bahwa psikopatologi adalah suatu kondisi homogen yang aditif.
Uji pengembang Hathaway dan McKinley menggunakan teknik uji konstruksi empiris untuk mengembangkan MMPI. This involved basing the test scales (for example the hypochondriasis scale) on the actual test items that differentiate people with hypochondriasis from 'normals'. Ini melibatkan mendasarkan skala uji (misalnya skala hypochondriasis) pada item tes yang sebenarnya yang membedakan orang dengan hypochondriasis dari 'normals'. Often, the questions that do this most reliably are not concerned with health issues as such. Seringkali, pertanyaan yang melakukan hal ini paling andal tidak peduli dengan masalah kesehatan seperti itu. This has two advantages. Ini memiliki dua keuntungan. First, it makes it very difficult for subjects to 'fake' responses, deny problems or give a particular impression. Second, the MMPI-2 is based on empirical research and not on a clinician's assumptions about what answers indicate particular personality traits. Pertama, itu membuat sangat sulit untuk mata pelajaran untuk 'palsu' respon, menyangkal masalah atau memberi kesan tertentu,. Kedua di-MMPI 2 didasarkan pada penelitian empiris dan bukan pada klinisi asumsi tentang apa jawaban menunjukkan ciri kepribadian tertentu.
Data dari MMPI-2 penilaian sangat berguna dalam pengaturan kesehatan kerja dalam presentasi kompleks dimana keraguan tentang apa yang benar-benar salah dengan pasien ada. Sebagai contoh, MMPI-2 biasanya harus bisa mendeteksi secara tidak sadar atau sadar somatizing berpura-pura sakit pada pasien. MMPI 2 juga dapat digunakan untuk menilai stabilitas psikologis pada pekerja di berisiko tinggi 'profesi' seperti pilot pesawat, polisi atau pekerja dalam industri tenaga nuklir.
Salah satu kelemahan dari MMPI-2 untuk dokter kesehatan kerja adalah bahwa MMPI-2 adalah berlisensi tes ketat dan hanya dapat dibeli, dikelola dan diinterpretasikan oleh seorang psikolog klinis yang berpengalaman sesuai atau psikiater. Karena itu, harus dianggap sebagai penyelidikan diagnostik kompleks untuk digunakan relatif jarang terjadi. Dibutuhkan kebanyakan orang antara 1 jam dan 90 menit untuk menyelesaikan-MMPI-2.
SKALA
MMPI yang asli memiliki 13 skala standar, tiga diantaranya berhubungan dengan validitas dan sepuluh lainnya berhubungan dengan indeks-indeks klinisi atau kepribadian. MMPI-2 dan MMPI-A yang lebih baru mempertahankan kesepuluh skala klinis/kepribadian maupun tiga skala validitas lainnya.
Skala Nama Singkatan Nomor Skala Jumlah Item
Validitas Cannot say ?
Variable response inconsistency VRIN 98
True response inconsistency TRIN 40
Infrequency F 60
Black-F Fb 40
Infrequency- psychopathology Fp 27
Fake bad scale FBS
Lie L 15
Correction K 30
Superlative Self Presentation S 50
Klinis (skala dasar) Hypochondriasis Hs 1 32
Depression D 2 57
Hysteria Hy 3 60
Psychopathic deviate Pd 4 50
Masculinity-feminity Mf 5 56
Paranoia Pa 6 40
Psychasthenia Pt 7 48
Schizophrenia Sc 8 78
Hypomania Ma 9 46
Social introversion Si 0 69
Isi Anxiety (kecemasan) ANX 23
Fears (ketakutan) FRS 23
Obsessiveness OBS 16
Depression DPS 33
Health concern HEA 36
Bezaare mentation BIZ 23
Anger ANG 16
Cynicism CYN 23
Antisocial practices ASP 12
Type A TPA 19
Low self-esteem LSE 24
Social discomfort SOD 24
Family problem FAM 23
Work inference WRK 33
Negative treatment indicator TRT 26
• SKALA VALIDITAS
MMPI adalah salah satu tes pertama yang mengembangkan skala-skala untuk mendeteksi apakah responden menjawab dengan cara yang akan membuat hasil-hasilnya secara kesleuruhan tidak valid.
• Skala “?” atau Cannot Say (SC)
Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi sekedar merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar profil. Kegunaan mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah memberikan salah satu dari beberapa indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu kemungkinan besar tidak valid dan tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal ini semata-mata karena jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi yang tersedia untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk menjawab seluruh pertanyaan.
• Skala VRIN
VRIN terdiri dari pasangan-pasangan pertanyaan terpilih yang diharapkan untuk dijawab secara konsisten jika orang itu mendekati tes dengan cara yang valid. Setiap pasangan item memiliki isi yang mirip atau berlawanan.
• Skala TRIN
Skala ini sama sepperti skala VRIN akan tetapi, hanya pasangan-pasangan dengan isi berlawanan yang di masukan.
• Skala F
Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal dan menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dna MMPI-2 diseleksi berdasrakan dukungan oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic, mereka merefleksikan cara berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F biasanya disertai oleh skor-skor yang tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi sering dapat digunakan sebagai indicator umum patologi. Seseorang yang mempunyai skor tinggi mugnkin juga “faking bad”, yang bias menginvilidasi protokolnya.
• Skala Fb
Keempat puluh item Fb MMPI-2 dirancang untuk mengidentifikasi cara merespon “fake bad” (pura-pura sakit) untuk 197 item terakhirnya. Tanpa skala Fb, tidak aka nada pengecekan pada validitas beberapa item selanjutnya.
• Skala Fp
Oleh akrena skala F biasanay terelevasi pada pasien-pasien psikiatrik, sering kali sulit untuk membedakan anatar para penyandang psikopatologi sejati dengan mereka yang menyandang sedikit patologi, tetapi berpura-pura sakit.
• Skala FBS
Fake bad scale (FBS) dikembangkan dengan harapan bahwa skala ini akan dapat mendeteksi pihak yang mengajukan tuntutan cedera pribadi yang membesar-besarkan masalahnya . studi-studi lain mengindikasikannya sebagai salah satu skala terbaik MMPI-2 untuk mendeteksi kepura-puraan.
• Skala L
Skala L atau lie (kebohongan) terdiri atas 15 item yang mengindikasikan sejauh mana seorang klien berusaha mendeskripsikan dirinya dengan cara positif yang tidak realistis. Jadi, mereka yang mendapat skor tinggi mendeskripsikan dirinya secara terlalu perfeksionis dan idealis.
• Skala K
Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam mendeskripsikan dirinya. Jadi, skala ii mempunyai kesamaan dengan skala L. akan tetapi, skala K, lebih subtil dna efektif. Bila hanya individu-individu yang naïf, moralistic dan tidak rumit saja yang akan mendapatkan skor tinggi pada skala L, orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis mungkin mempunyai skor K yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak menunjukan elevasi pada skala L.
• Skala S
Skala S dikembangkan dengan harapan bahwa skala bias mengidentifikasikan dengan lebih akurat orang yang berusaha tampak terlalu baik. Kelima puluh item skala S dikembangkan dengan mencatat perbedaan-perbedaan dalam dukungan dalam terhadap item antara orang dalam situasi perkejaan yang cenderung menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan sempel respon normative. Jadi, orang yang mendukung beberapa item ini dengan jumlah tinggi menampilkan dirinya sebagai orang yang rukun dengan orang lain, bebas dari masalah psikologi, dan mempunyai keyakinan yang kuat terhadap kebaikan manusia. Skala ini tampaknya tidak efektif dalam mendiskriminasikan antara nonpasien yang diminta menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan orang yang diminta untuk merespon secara jujur.
• SKALA KLINIS
• Hypochondriasis (Hs)
Skala 1 awalnya dirancang untuk membedakan penderita hipokondriasis dengan para pasien dengan tipe-tipe psikiatrik lainnya. Meskipun skla itu dapat menunjukan diagnosis hipokondriasis, namun skala itu paling berguna sebagai sebuah skala untuk mengindikasikan berbagai macam karakteristik kepribadian, tetapi belum tentu konsisten dengan diagnostic untuk hipokondriasis.
• Depression
Kelima puluh tujuh item skala dua berhubungan dnegan brooding, kelmabanan fisik, perasaan depresi yang subjektif, apati mental, dan malfungsi fisik.skor tinggi mungkin mengindikasikan berbagai kesulitan disalahsatu bidang atau lebih. Orang yang mendapat skor tinggi pada skala 2 biasanay dideskripsikan sebagai orang yang uska mengkritik dirinya, menarik diri, suka menyendiri, pendiam dan retiring (mengundurkan diri).
• Hysteria
Dirancang untuk mengindikasikan psien-pasien yang telah mengembangkan gangguan-gangguan atua motorik-motorik yang berbasis psikogenetik. Fitur penting orang yang mempunyai skor tinggi pada skala ini adalah mereka secara stimulan melaporkan keluhan-keluhan fisik tertentu, tetapi juga menggunakan gaya pengingkaran dimana mereka mungkin mengekspresikan optimism secara berlebih-lebihan.
• Psychopathic deviant
Skala ini untuk mengetes tingkat penyesuaian social seseorang secraa umum. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan bidang-bidang seperti derajat pengasingan diri dari keluarga, kedap social, masalah dengan sekolah dan figure otoritas, dan pengasiangan dari diri sendiri dan masyarakat.
• Masculinity-feminity
Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi laki-laki yang mengalami maslaah dnegan perasaan homoseksual dan kebingungan identitas gender. Akan tetapi, upaya ini kurang berhasil karena skor yang tinggi tampaknya tidak mempunyai kaitan yang jelas dengan preferensi seksual.
• Paranoia
Untuk mengidentifikasi orang dengan kondisi atau keadaan paranoid. Ia mengukur derajat sensitifitas interpersonal, kebijakan-diri, dankecurigaan seseorang. Elevasi ringan pada skala 6 menunjukan bahwa orang itu emosional, berhati lembut, dan mengalami sensitivitas interpersonal. Bila elevasi lebih tinggi, kecurigaan dan sensitifitas seseorang menjadi lebih ekstrim dan konsisten dalam proses-proses psikotik.
• Psychasthenia
Keempat puluh delapan item pada skala 7 awalnya dirancnag untuk mengukur sindroma psikastenia.
• Schizophrenia
Skala ini dirancnag untuk mengidentifikasi orang yang mengalam kondisi skizofrenik atau mirip. Tujuan ini sebagian berhasil dalam arti bahwa diagnosis skizofrenia muncul sebagai sebuah kemungkinana dalam kasus ornag yang mendapat skor ekstreem tinggi. Akan tetapi, bahkan orang yang mendapat skor cukupo tinggipun belumtentu memenuhi criteria skizoprenia.
• Hypomania
Keempat puluh enam item pada skala 9 awalnya dikembangkan untuk mengidentifikasikan ornag yang mengalami gejala-gejala hipomanik. Gejala-gejala ini mungkin mencakup periode-periode siklis euphoria, iritabilitas yang mengikat, dan aktivitas tidak produktif yang eksesif yang mungkin digunakan sebagai distraksi untuk menghancurkan depresi. Skala ini efektif buakn hanay dalam mengidentifikasi orang dengan kondisis manic tingkat sedang, tetapi juga dalam mengidentififkasi karakteristik kelompok-kelompok bukan pasien.
• Social introversion
Skala ini dikembangkan dari person wahasiswa pada pertanyaan-pertanyaan yang terkait dnegan kontinumintroversi-ekstraversi. Skala ini divalidasi berdasarkan sejauh mana mahasiswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan social. Skor yang tinggi menunjukan bawha responden pemalu, mempunyai keterampilan social yang terbatas, merasa tidak nyaman dlaam interaksi sososial, dan menarik diri dari banyak situasi interpersonal.
• RELIABILITAS & VALIDITAS
Studi-studi reliabilitas MMPI orisinal itu menunjukan bahwa MMPI itu mempunyai tingkat stabilitas temporal dan konsistensi internal yang sedang-sedang saja. Hunsley, Hanson dan Parker (1988) melakukan sebuah meta-analisis terhadap studi-studi yang dilakukan terhadap MMPI antara tahun 1970 dan 1981 dan menyimpulakan “semua MMPI cukup reliable, yang nilai-nilainya berkisar mulai serendah 0,71 (sakala Ma) sampai setinggi0,84 (skala Pt).
Skala validitas ini dalam MMPI-2 RF adalah revisi kecil dari mereka yang terdapat dalam MMPI-2, yang meliputi tiga jenis dasar dari langkah-langkah validitas: orang-orang yang dirancang untuk mendeteksi non-merespons atau tidak konsisten menanggapi (SSP, VRIN, Trin), yang dirancang untuk mendeteksi ketika klien atas pelaporan atau melebih-lebihkan prevalensi atau keparahan gejala psikologis (F, Fb, Fp, FBS), dan yang dirancang untuk mendeteksi apabila tes-taker berada di bawah-pelaporan atau mengecilkan gejala psikologis (L, K) ). Sebuah tambahan baru dengan skala validitas untuk MMPI-2 RF mencakup atas pelaporan skala skala gejala somatik (Fs).
Singkatan Dalam versi baru Deskripsi Menilai
CNS 1 1 "Tidak bisa Katakanlah" Pertanyaan belum terjawab
L 1 1 Berbohong Klien "berpura-pura baik"
F 1 1 Kejarangan Klien "berpura-pura buruk" (dalam paruh pertama uji)
K K 1 1 Defensif Penolakan / menghindar
Fb Fb 2 2 Kembali F Klien "berpura-pura buruk" (dalam setengah terakhir uji)
VRIN VRIN 2 2 Variabel Respon Inkonsistensi pasangan menjawab pertanyaan serupa / berlawanan tidak konsisten
TRIN 2 2 Respon Benar Inkonsistensi menjawab pertanyaan semua benar / semua palsu
FK 2 2 F minus K kejujuran tanggapan uji / tidak berpura-pura baik atau buruk
S 2 2 Superlative Self-Presentation Superlatif Self-Presentasi meningkatkan pada skala K, "muncul terlalu baik"
Fp 2 2 F-Psychopathology penyajian dalam setting klinis
Fs Fs 2 RF 2 RF Jarang somatik Respon Overreporting gejala somatik
• ADMINISTRASI
MMPI-2 dapat diadministrasikan pada orang yang berumur 16 thun keatas dengan tingkat kemampuan membaca kelas delapan (kelas 2-SMP) tetapi norma-norma remaja perlu digunakan. Akan tetapi opsi yang lebih baik untuk individu yang berumur antara 14 dan 18 tahun adalah dengan meminta mereka mengerjakan MMPI-A. Secara khusus, examiner seharusnya menjelaskan kepada klient alas an pengetesan dan bagaimana hasilnya akan digunakan.mungkin juga perlu dikemukakan bahwa tes itu dirancang untuk menentukan apakah seseorang menampilakn dirinya sendiri dengan cara yang positif, tetapi tidak realistis atau menunjukan gangguannya secara berlebih-lebihan. Jadi strategi yang terbaik adalah meminta examinee untuk sejujur dna sejelas mungkin. Terakhir, mungkin perlu diklarifikasikan bahwa sebagian, atau bahkan banyak , pertanyyannya mungkin tampak agar tidak biasa.
MMPI-2 dan MMPI-A hanya mempunyai boolet form, meskipun mereka tersedia dengan softcover atau hardcover. Penyelesaian 370 item yang pertama pada MMPI-2 dan 350 item pertama pada MMPI-A memungkinkan untuk penskoran beberapa skala validitas dasar skala klinis standar. 197 item terakhir MMMPI-2 dan 128 item terakhir MMPI-A digunakan untuk menskor skala-skala suplementer dan skala isi yang berbeda. Pengadministrasian computer online tersedia melalui national computer systems. Untuk orang yang mempunyai kesulitan khusus, sebuah form/ bentuk individual (box) dan sebuah bentuk rekaman suara telah dikembangkan.
Panjangnya MMPI yang kadang-kadang menjadi penghalang itu telah mendorong perkembangan banyak bentuk pendek. Akan tetapi kebanyakan belum ditemukan cukup reliable atau valid. Salah satu bentuk singkat yang bsia diterima adalah mengadministrasikan semua item yang diperlukan untuk menskor skala-skala validitas dasar dan skala-skala klinis standar saja (misalnya, 370 item pertama MMPI-2 atau 350 item pertama MMPI-A). dua opsi lainnya adalah menggunakan ke-388 item MMPI-2 Restructured form atau administrasi yang diadptasikan untuk computer.
• PROSEDUR INTERPRETASI
Delapan langkah dibawah ini direkomendasikan untuk menginterpretasi profil-profil MMPI-2 dan MMPI-A. Langkah-langkah ini seharusnya diikuti dengan pengetahuan dan kesadaran tentang implikasi umur, budaya, tingkat intelektual, pendidikan, tingkat fungsi maupun alas an, motivasi, maupun konteks assessment. Sementara itu, melihat konfigurasi tes secara keseluruhan (langkah 4,5 dan 6), klinisi dapat mengelaborasi makna skala-skala yang berbeda dan hubungan di antara skala-skala dengan melihat hipotesis-hipotesis interpretif y6ang berkaitan dengannya.
• Waktu Penyelesaian
Examiner seharusnya mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes. untuk orang yang sedikit terganggu, yang berumur 16 tahun atau lebih, dengan IQ rata-rata, dan pendidikan kelas delapan, waktu penyelesaian total untuk MMPI-2 seharusnya kira-kira 90 menit. Administrasi computer biasanya 15 sampai 30 menit lebih singkat (60-75 menit secara total). MMPI-A biasanya membutuhkan waktu 60 menit dan dengan komputer biasanya 15 menit lebih singkat (45 menit secara total). Jika dibutuhkan waktu dua jam atau lebih untuk MMPI-2 atau 1,5 jam atau lebih untuk MMPI-A, kemungkinan-kemungkinan dibawah ini harus dipertimbangkan.
• Gangguan psikologis berat, khususnya depresi atau psikosis fungsional berat
• Tidak mampu memutuskan
• IQ dibawah rata-rata atau kemampuan membaca yang buruk akibat latar belakang pendidikan yang tidak kuat
• Hendaya serebral
Akan tetapi, jika examinee menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 60 menit, examiner seharusnya curiga bahwa profil itu tidak valid, ada kepribadian impulsive, atau keduanya.
Catat semua penghapusan jawaban atau titik-titik yang dibuat dengan pensil diatas lembar jawaban. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa orang itu mengerjakan tesnya dengan serius dan mengurangi kemungkinan menjawab secara acak ; penghapusan dalam jumlah banayk mungkin kerefleksikan kecenderungan obsesuf-kompulsif.
• Menskor Jawaban Tesnya dan Membuat Plot Profilnya
Selesaikan penskoran dan buat plot profilnya. Petunjuk khusus untuk menabulasikan skor-skor kasar MMPI-2 dan mengonversikannya menjadi profil tersedia dalam lampiran. Catat skor item-item kritisnya dan catat item-item mana yang menunjukan tren-tren penting. Sering kali membantu jika sampai titik tertentuklinisi itu mereview beberapa item tersebut bersama klient dan mendapatkan berbagai elaborasi. Secara khusus, sanagt esensial untuk menentukan apakah orang itu memahami apa yang ditanyakan oleh itemnya. Selain itu, kadang-kadang membantu jika kita memerikasa lembar-lembar jawabannya dan mencatat pertanyaan-pertanyaan mana yang terlewati, kalau ada. Diskusi dengan klient tentang mengapa ia memilih untuk tidak merespons bias menambah informasi tentang bagaimaan ia berfungsi secara psikologis dan bidang-bidang apa yang emnimbulakan konflik bagi dirinya.
• Mengorganisasikan Skala-skala dan Mengidentifikasi Tipe Kode
Mengembangkan kode-kode rangkuman memberiakn metode cepat untuk mecatat hasil-hasil MMPI-2/MMPI-A. tipe kode dapat ditentukan dengan sekedar melihat dua elevasi skala tertingi. Perlu dicacat bahwa scale 5 n 0 bukan skala-skala yang strict (tepat) klinis, jadi mereka tidak digunakan dalam menentukan tipe kode. Examiner perlu ingat bahwa hanya tipe-tipe kode yang didefinisikan dengan jelas yang dapat diinterpretasikan dengan aman. Sebuah tipe kode yang terdefinisi dengan baikadalah jika skala-skala didalamnya terelevasi diatas 65 dan skala-skala yang digunakan untuk menentukan tipe kodenya 5 poin skor T atau lebih diatas skala-skala tertinggi berikutnya. Profil-profi yang kurang terdefinisi dengan jelas seharusnya diinterpretasi dengan mencatat setiap skala yang terelevasi dan setelah itu mengintegrasikan makna-makna yang didapatkan dari descriptor-deskriptor yang berbeda.
• Menentukan Validitas Profil
Ases validitas profil dengan mencatat pola skala-skala validitasnya. Ada sejumlah indicator yang menunjukan profil-profil yang tidak valid, yang dideskripsikan dibagian berikutnya. Pola-pola dasarnya itu, yakni gaya defensive yang meminimalkan patologi atau pola respons yang tidak konsisten. Disamping itu, klinisi seharusnya mempertimbangkan konteks asesmen untuk menentukan apakah gaya respon yang defensif, fake bad, atau tidak konsisten mendukung apa yang diketahui tentang klient. Secara khusus, seharusnya examiner menentukan kemungkinan bahwa examinee secara potensial mendapatkan hasil tes dengan overreporting atau underreporting psikopatologi.
• Menentukan Tingkat Penyesuaian Secara Umum
Catat jumlah skala yang diatas 65 dan elevasi relative skala0skala tersebut. Sejauh mana F terelevasi juga dapat menjadi indicator yang smepyrna untuk tingkat patologi. Semakin banyak dan elevasi skala-skala ini, semakin besar kemungkinan individu untuk emndapatkan kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab dasarnya dan mengalami ketidaknyamanan social maupun pribadi.
• Mendeskripsikan Gejala, Perilaku, dan Ciri-ciri Kepribadian
Langkah ini merepresentasikan proses inti dalam interpretasi. Elevasi ringan pada skala-skala individual merepresentasikan kecendurangan atau tren dalam kepribadian individu. Interpretasinya harus diperlakukan dengan hati-hati untuk deskriptor-deskriptor yang lebih ekstrem yang di buang atau di parafrasakan untuk merepresentasikan karakteristik-karakteristik yang lebih ringan. Skor-skor dalam rentang ini pada MMPI-A di soroti dengan shading, sehingga menunjukkan zona marginal atau transisional antara normalitas dan patologi. Elevasi di atas 65 pada MMPI-2 dan MMPI-A merupakan karakteristik yang lebih kuat dari individu dan dengan pwningkatan yang secara progresif semakin besar, cenderung merepresentasikan fitur-fitur inti dari fungsi kepribadian. Akan tetapi, mendasarkan interpretasi pada elevasi-elevasi skor T tertentu semata bisa menyesatkan, karena ciri-ciri demografis atau tingkat fungsi seorang klien bisa mengubah interpretasinya. Klinisi perlu mengintrepastiskan keakuratan makna potensial dengan mempertimbangkan buka hanya elevasi-elevasi, tetapi juga variabel-variabel lain yang relevan. Selain itu masing-masing deskripsinya adalah modal. Mereka seharusnya dianggap sebagai kemungkinan interpretasi yang belum tentu berlaku untuk semua orang yang mempunyai skor tertentu. Mereka sekadar hipotesis yang perlu verifikasi lebih lanjut. Poin ini di garis bawahi oleh temuan bahwa kira-kira dalam rentang 40% dari deskriptor-deskriptor yang di hasilkan komputer tidak berlaku pada orang yang diases (Butcher et al., 2000).
Meskipun skor-skor T tidak di berikan untuk kebnyakan interpretasi skala, mereka di masukkan dalam subbagian tentang skala-skala validitas. T validitas dan kadang-kadang skor kasar di masukkan karena ada penelitian ekstensif tentang skor cutoff yang optimal.
Selama proses interpretasi, jangan sekadar mencatat makna masing-masing skala, tetapi juga memriksa pola atau konfigurasi tes secara keseluruhan dan mencatat "puncak-puncak" dan "lembah-lembah" relatifnya. Konfigurasi-konfigurasi yang tipikal mungkin termasuk, misalnya "conversion V" yang merefleksikan kemungkinan gangguan konversi atau elevasi Skala 4 dan 9, yang merefleksikan kemungkinan yang tinggi untuk acting-out behavior. Perlu di catat bahwa semua skala yang lebih dari 65 atau kurang dari 40 sangat penting bagi interpretasi secara keseluruhan. Ketika berusaha memahami makna sebuah profil dengan dua elevasi skala klinis atau lebih, di rekomendasikan bahwa klinisi membaca deskriptor-deskriptor untuk masing-masing skala maupun deskripsi-deskripsi kode 2-poin yang relevan. Juga di rekomendasikan bahwa, ketika membaca tentang elevasi-elevasi pada skala tunggal, klinisi seharusnya membaca makna elevasi-elevasi yang tinggi dan rendah maupun informasi yang lebih umum tentang skala yang relevan. Elaborasi lebih lanjut tentang makna elevasi skala dan tipe kode bisa didapatkan dengan menskor dan menginterpretasi skala-skala isi, Harris-Lingoes dan sub skala Si, skala-skala suplementer, skala-skala klinis yang direstrukturisasi, dan/atau beberapa item kritis. Jika informasi interpretatif tersedia, klinisi dapat memeriksa profil individu bersama persyaratan pertanyaan rujukan, yaitu menentukan deskripsi yang relevan untuk masing-masing bidang ini.
Banyak deskripsi klien yang di fokuskan pada defisit klien. Dengan demikian, klinisi sering berusaha menerjemahkan interpretasi ini ke dalam bahasa sehari-hari yang ramah klien. Untuk membantu ini, pernyataan umpan balik klien yang di peroleh dari Lewak et al. (1990) di masukkan ke dalam deskripsi skala klinis individu. Bahasanya telah di pilih agar terasa empatik, meningkatkan rapport, dan meningkatkan kemungkinan klien untuk tumbuh. Pernyataan-pernyataan itu juga dapat di edit untuk mengembangkan interpretasi yang lebih di fokuskan pada klien untuk di gunakan dalam laporan aktual.
• Memberikan Impresi Diagnostik
Meskipun MMPI orisinil dan MMPI-2/MMPI-A belum berhasil untuk langsung menghasilkan diagnosis, mereka sering menyumbangkan informasi yang cukup banyak, yang relevan untuk formulasi diagnosis. Di bagian tipe-tipe kode, berbagai kemungkinan di diagnosis DSM-IV-TR yang konsisten dengan masing-masing tipe kode telah dimasukkan. Klinisi seharusnya mempertimbangkan ini, bersama informasi tambahan yang tersedia, untuk membantu membuat diagnosis yang akurat. Di bebrapa konteks dan untuk bebrapa tipe pertanyaan rujukan, diagnosis formal akan relevan; tetapi, untuk konteks-konteks dan pertanyaan-pertanyaan rujukan lain, diagnosis formal tidak akan di butuhkan atau tidak akan cocok (misalnya, penyaringan karyawan). Review lebih jauh terhadap berbagai pertimbangan dan pedoman yang di deskripsikan dalam Langkah 6 mungkin berguna dalam mengekstrasi informasi yang relevan untuk diagnosis.
• Mengelaborasi Implikasi dan Rekomendasi Penanganan
Salah satu pelayanan yang paling berharga yang dapat de beri seorang praktisi adalah memprediksi kemungkinan klien untuk mendapatkan manfaat dari interfensi. Hal ini biasanya berarti mengelaborasi kekuatan dan kelemahan seseorang, tingkat defensifnya, kemampuannya untuk membentuk hubungan penanganan, prediksi respons terhadap psikoterapi (catat terutama skala Es [Ego Strength] dan TRT), tendensi antisosial, dan tingkat insight. Banyak di antara informasi ini yang di rangkum di akhir sub bagian tentang elevasi skala dan tipe kode. Jika melaksanakan pekerjaan ekstensif dengan tipe-tipe klien tertentu, klinisi mungkin perlu memperluas pengetahuan yang terkait dengan tipe dan hasil penanganan dengan merujuk pada basis penelitian ekstensif yang tersedia. Responsivitas terhadap penanganan bisa di perluas lagi dengan memberikan saran-saran untuk menyesuaikan intervensi-intervensi spesifik untuk berbagai profil klien dan berbagai tipe permasalahan. Mereview bidang-bidang, pertimbangan, dan pedoman yang di deskripsikan dalam Langkah 6 mungkin berguna dalam mengekstraksi informasi yang relevan dengan rencana penanganan. Sumber lain yang berguna dalam proses ini adalah Use of Psychological Testing for Treatment Planning and Outcome Assesment dari Maruish (1990). Lewak et al. (1990) tidak hanya memberikan saran-saran untuk penanganan, tetapi juga mengikhtisarkan prosedur langkah-langkah untuk mentranslasikan hasil-hasil MMPI-2 menjadi umpan balik yang jelas dan relevan bagi klien. Langkah-langkah ini termasuk isu-isu spesifik untuk latar belakang dan pengalaman hidup awal klien dan saran-saran untuk menolong diri sendiri. Pernyataan-pernyataan ini dapat di gunakan untuk memberikan umpan balik secara ramah pengguna, yang akan cenderung meningkatkan rapport dan mengoptimalkan pertumbuhan klien. Selain itu manual oleh Finn (1996) untuk menggunakan MMPI-2 sebagai intervensi terapeutik.
• BEBERAPA ITEM KRITIS
Salah satu alternatif untuk analisis ini, selain menskor dan menginterpretasi skala-skala aktual, adalah menginterpretasi makna beberapa item yang berdasarkan isinya, tampak berhubungan dengan berbagai bidang psikopatologi (ide bunuh diri depresif, kebingungan mental, dan lain-lain) atau arah item-item ini mungkin merepresentasikan patologi serius, terlepas dari bagaimana orang itu merespons bagian lain inventori. Item-item ini di sebut sebagai pathogonomic items, stop items, atau yang lebih sering critical items. Di asumsikan bahwa arah respons seseorang merepresentasikan contoh perilaku orang itu dan berfungsi seperti sebuah skala pendek yang menunjukkan tingkat fungsi orang itu secara umum. Beberapa item kritis sangat berguna ketika klinisi melihat isi item individual dalam kaitannya dengan tipe-tipe informasi tertentu yang di ungkap oleh item tersebut. Informasi ini bisa di gunakan untuk memandu wawancara lebih lanjut. Akan tetapi, interpretasinya perlu di lakukan dengan hati-hati, karena beberapa item tersebut rawan acquiescing response (respons yang cenderung setuju) (kunci sebagian item-nya ke arah "True") dan faking bad. Mereka seharusnya tidak di anggap sebagai skala, tetapi komunikasi langsung tentang bidang-bidang yang spesifik untuk isi item tersebut. Daftar bebrapa item kritis dapat ditemukan dalam manual MMPI-2 (Butcher et al., 2001); beberapa item ini biasanya diskor oleh program-program dengan bantuan komputer.
Meskipun daftar beberapa item kritis sudah dimasukkan dalam manual MMPI-2 (Butcher et al., 2001), klinisi seharusnya menggunakan daftar ini dengan hati-hati pada remaja. Pertama, remaja normal maupun populasi-populasi klinis remaja secara rata-rata membenarkan beberapa item kriris dua kali lipat lebih banyak di banding orang dewasa normal (Archer & Jacobson, 1993). Di samping itu, remaja normal maupun berbagai populasi klinis membenarkan beberapa item dengan frekuensi yang hampir sama, sehingga menunjukkan bahwa beberapa item itu seharusnya tidak di gunakan untuk membedakan kedua kelompok ini. Hal ini berarti bahwa upaya-upaya empiris untuk mengembangkan daftar beberapa item kritis untuk remaja mungkin mengalami kesulitan. Sebagaimana MMPI/MMPI-2, klinisi seharusnya tidak memperlakukan klaster-klaster item kritis sebagai skala-skala kasar yang akan di interpretasi. Alih-alih, isi item individual seharusnya di gunakan untuk mengembangkan pernyataan-pernyataan wawancara yang spesifik, dan penyimpangan relatif beberapa item ini seharusnya di tangani dengan toleransi yang tepat.
16 PF ( SIXSTEEN PERSONALITY FACTOR QUESTIONAIRE)
SEJARAH ALAT TES
Tes kepribadin 16 faktor merupakan karya adaptasi dari “ sixteen personality factor questionaire (16 PF)” yang di ciptakan oleh Raymond B. Cattel. Tes itu diterbitkan oleh institut for personality and ability (IPAT) pada tahun 1972 .
Tes kepribadian 16 faktor terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :
Bentuk A,B,C,D,E dan F. Bentuk A,B,C,D dapat menggunakan buku manual singkat, bentuk E dan F adalah untuk indifidu-indifidu yang mengalami kesukaran atau hambatan di dalam pendidikan dan membaca.
16 PF dirancang untuk usia 16 th ke atas. Sedang tes kepribadian yang serumpun dengan ini dan di peruntukkan bagi usia yang lebih muda ialah:
“UR-SR HIGH SCHOOL PERSONALITY QUESTIONAIRE (HSPQ)”, yaitu untuk usia 12- 16 th “ CHILDREN`S PERSONALITY QUESTIONAIRE (CPQ)”, yaitu untuk usia 8-12 th “ EARIY SCHOOL PERSONALITY QUESTIONAIRE (ESPQ)”, yaitu untuk usia 6-8 th.
Manual singkat ini hanya untuk keperluan pelaksanaan tes dan penilayan (scoring). Urayan tentang kepribadian dengan 16 factor ini dan di urayan-urayan statistiknya di berikan di dalam HND BOOK FOR THE 16 PF. Demikian pula dimensi-dimensi psikologis yang berarti yang telah di teliti dengan analisis factor pada orang-orang normal maupun kasus-kasus klinis, di uraikan dalam HND BOOK tersebut. Oleh sebab itu untuk pemakayan tes, di anjurkan untuk melihat lebih lanjut di dalam HND BOOK, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan arti yang lain dan tingkahlaku yang di ramalkannya.
Faktor-faktor kepribadian yang di ukur oleh 16 PF bukan saja unik, tetapi juga benar-benar berdasar pada teori-teori pada umumnya. Dimensi- dimensi kepribadian tersebut secara singkat akan di uraikan di dalam bagian pertama dari manual. Setiap factor di beri abjat dan urayan singkat untuk sekor-sekor yang rendah dan tinggi.
Tentang pelaksanaan tes dan sistim sekoring terdapat pula pada bagian pertama tersebut. Urayan yang lebih lengkap dari masing-masing factor, terdapat di bagian ke dua. Pada pkoknya, ke 16 dimensi atau sekala kepribadian ini saling berdiri sendiri. Setiap soal didalam tes tersebut untuk satu sekor dan hanya satu factor saja. Dengan demikian tidak terdapat ketergantungan seperti yang ditunjukkan oleh level dari konstruksi sekala tersebut.
Lebih lanjut lagi, secara experimen diperoleh korelasi yang rendah diantara ke 16 sekala tersebut. Tes 16 PF yang di perkenalkan disini adalah bentuk C. Tes ini baik untuk kelompok-kelompok pekerja, kariawan perusahaan, orang dewasa normal, dan orang-orang berpendidikan formal. Untuk kasus klinis di anjurkan untuk memakai tes CLINICAL ANLYSIS QUESTIONAIRE (CAQ) diciptakan oleh penulis yang sama dan di terbitkan oleh IPAT juga.
LANDASAN TEORI DAN ASPEK YANG DIUNGKAP
Sixteen Personality Factors Questionnaire (Sixteen PF)
Berdasarkan riset factorial, Cattell dan rekan-rekan kerjanya telah mengembangkan sejumlah inventori kepribadian, dan yang paling dikenal adalah Sixteen Personality Factor Questionnaire, yang sekaang sudah memasuki edisi kelima (Cattell, Cattell, & Cattell, 1993; Conn & Rieke, 1994; Russell & Karol, 1994). Diterbitkan pertama kali pada tahun 1994, 16 PF dirancang untuk umur 16 tahun ke atas dan menghasilkan 16 skor dalam cirri-ciri, seperti keberanian social, dominasi, kewaspadaan, stabilitas emosional, dan kesadaran peraturan. Ke-16 faktor ini, yang diidentifikasikan oleh huruf yang sama pada berbagai edisi 16 PF, telah disempurnakan selama bertahun-tahun dan dinamakan kembali, sebagai terminology esoteric yang awalnya digunakan Cattell untuk menamakan cirri-ciri yang umumnya telah dibuang. Contohnya, ekstrem yang melabuhkan dimensi yang sekarang disebut keberanian sosial pertama kali diberi label “Threctia” dan “Parmia”, masing-masing pada sisi malu dan berani.
Kelima edisi 16 PF ini tersedia dalam hanya satu bentuk dan terdiri dari 185 butir soal, yang kebanyakan diseleksi dari bentuk –bentuk kuesioner sebelumnya berdasaran isi dan ciri-ciri psikometris. 16 PF ini telah dinormalkan kembali pada sampel 2.500 individu yang diseleksi untuk kurang-lebih mewakili penduduk AS pada sensus tahun 1990 dalam kaitannya dengan jenis kelamin, ras, distribusi usia, dan pendidikan. Salah satu ciri unik dari 16 PF adalah dimasukkannya 15 butir soal yang disajikan secara berdampingan pada akhir inventori di bawah judul “Pertanyaan-pertanyaan Pemecahan Masalah”, butir soal ini terdiri dari skala penalaran, yang dimaksudkan sebagai ukuran cepat atau kemampuan mental. Di samping itu, kuesionernya sekarang memiliki 3 indeks gaya respon yang dirancang untuk menaksir persetujuan diam-diam, respon acak, dan usaha untuk menampilkan diri sendiri secara tidak realistis sebagai entah memiliki kualitas yang diinginkan entah tidak diinginkan entah tidak diingkan secara sosial.
16 PF mempunyai 5 macam bentuk yaitu A, B, C, D dan E. Tes ini dapat dikenakan untuk mereka yang telah berusia 16 tahun keatas. Bentuk A, B, C, D dirancang untuk mereka yang tingkat membacanya rendah.
Tes Non Proyektif | Tes EPPS |16 PF(sixteen personality factor questionaire (16PF)|MMPI(Minnesota ultiphasic Personality Inventory- Adolescent)|MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) | Papi Kostick | MSDT | NSQ | SOV (study of value)|Sejarah Tes Non Proyektif | Landasan Teori | Material Tes | Penyajian Pengetesan | Tahapan Skoring |Berisikan tentang sejarah,pengertian, teori, teknik-teknik non-proyektif, macam-macam tes non-proyektif, ciri – ciri tes non-proyektif, contoh – contoh mengenaites non-proyektif, kelebihan dan kekurangan tes non-proyektif .
Kamis, 24 Maret 2011
PERILAKU PROSOSIAL ( prosocial behavior )
PERILAKU PROPOSOSIAL
Baron & Byrne (2003) menjelaskan perilaku prososial sebagai segala tindakan apa pun yang menguntungkan orang lain. Secara umum, istilah ini diaplikasikan pada tindakan yang tidak
menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan mungkin mengandung derajat resiko tertentu.
Menurut Staub (Dayakisni & Hudaniah, 2006) ada tiga indicator yang menjadi tindakan prososial, yaitu:
a. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku.
b. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.
c. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Tahap-tahap dalam Perilaku Prososial
Ketika seseorang memberi pertolongan, maka hal itu didahului oleh adanya proses psikologis hingga pada keputusan menolong. Latane & Darley (Baron & Byrne, 2003; Faturochman, 2006) menemukan bahwa respons individu dalam situasi darurat meliputi lima langkah penting, yang dapat menimbulkan perilaku prososial atau tindakan berdiam diri saja. Tahap-tahap yang telah teruji bebeapa kali dan sampai saat ini masih banyak digunakan meliputi:
a. Menyadari adanya keadaan darurat, atau tahap perhatian. pada perhatian terkadang sering terganggu oleh adanya hal-hal lain seperti kesibukan, ketergesaan, mendesaknya kepentingan lainnya
.b. Menginterpretasikan keadaan sebagai keadaan darurat. Bila pemerhati menginterpretasi suatu kejadian sebagai sesuatu yang membuat orang membutuhkan pertolongan, maka kemungkinan besar akan diinterpretasikan sebagai korban yang perlu pertolongan.
c. Mengasumsikan bahwa adalah tanggung jawabnya untuk menolong. Ketika individu memberi perhatian kepada beberapa kejadian eksternal dan menginterpretasikannya sebagai suatu situasi darurat, perilaku prososial akan dilakukan hanya jika orang tersebut mengambil tanggung jawab untuk menolong. Apabila tidak muncul asumsi ini, maka korban akan dibiarkan saja, tanpa memberikan pertolongan. Baumeister dkk. menemukan ketika tanggung jawab tidak jelas, orang cenderung mengasumsikan bahwa siapa pun dengan peran pemimpin seharusnya bertanggung jawab.
e. Mengambil keputusan untuk menolong. Meskipun sudah sampai ke tahap dimana individu merasa bertanggung jawab member pertolongan pada korban, masih ada kemungkinan ia memutuskan tidak member pertolongan. Berbagai kekhawatiran bisa timbul yang menghambat terlaksananya pemberian pertolongan Pertolongan pada tahap akhir ini dapat dihambat oleh rasa takut (sering kali merupakan rasa takut yang realistis) terhadap adanya konsekuensi negatif yang potensial .
Terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu;
a. Self-gain: harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
b. Personal values and norms: adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.
c. Empathy: kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
Baron & Byrne (2003) menjelaskan perilaku prososial sebagai segala tindakan apa pun yang menguntungkan orang lain. Secara umum, istilah ini diaplikasikan pada tindakan yang tidak
menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan mungkin mengandung derajat resiko tertentu.
Menurut Staub (Dayakisni & Hudaniah, 2006) ada tiga indicator yang menjadi tindakan prososial, yaitu:
a. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku.
b. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.
c. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Tahap-tahap dalam Perilaku Prososial
Ketika seseorang memberi pertolongan, maka hal itu didahului oleh adanya proses psikologis hingga pada keputusan menolong. Latane & Darley (Baron & Byrne, 2003; Faturochman, 2006) menemukan bahwa respons individu dalam situasi darurat meliputi lima langkah penting, yang dapat menimbulkan perilaku prososial atau tindakan berdiam diri saja. Tahap-tahap yang telah teruji bebeapa kali dan sampai saat ini masih banyak digunakan meliputi:
a. Menyadari adanya keadaan darurat, atau tahap perhatian. pada perhatian terkadang sering terganggu oleh adanya hal-hal lain seperti kesibukan, ketergesaan, mendesaknya kepentingan lainnya
.b. Menginterpretasikan keadaan sebagai keadaan darurat. Bila pemerhati menginterpretasi suatu kejadian sebagai sesuatu yang membuat orang membutuhkan pertolongan, maka kemungkinan besar akan diinterpretasikan sebagai korban yang perlu pertolongan.
c. Mengasumsikan bahwa adalah tanggung jawabnya untuk menolong. Ketika individu memberi perhatian kepada beberapa kejadian eksternal dan menginterpretasikannya sebagai suatu situasi darurat, perilaku prososial akan dilakukan hanya jika orang tersebut mengambil tanggung jawab untuk menolong. Apabila tidak muncul asumsi ini, maka korban akan dibiarkan saja, tanpa memberikan pertolongan. Baumeister dkk. menemukan ketika tanggung jawab tidak jelas, orang cenderung mengasumsikan bahwa siapa pun dengan peran pemimpin seharusnya bertanggung jawab.
e. Mengambil keputusan untuk menolong. Meskipun sudah sampai ke tahap dimana individu merasa bertanggung jawab member pertolongan pada korban, masih ada kemungkinan ia memutuskan tidak member pertolongan. Berbagai kekhawatiran bisa timbul yang menghambat terlaksananya pemberian pertolongan Pertolongan pada tahap akhir ini dapat dihambat oleh rasa takut (sering kali merupakan rasa takut yang realistis) terhadap adanya konsekuensi negatif yang potensial .
Terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu;
a. Self-gain: harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
b. Personal values and norms: adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.
c. Empathy: kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
Senin, 21 Maret 2011
bencana tsunami di jepang dan dampak-dampaknya dengan kajian psikologi (Post traumatic stress disorder).
KOMPAS , Sabtu, 19 Maret 2011 | 19:35 WIB
Krisis nuklir acapkali menimbulkan ketakutan. Saat bom atom pertama diciptakan, hingga nuklir ditemukan, manusia berada dalam ketakutan yang konstan. Ini yang dulu dikatakan oleh filsuf Hans Jonas sebagai “heuristik ketakutan”.
Demikian Junanto Herdiawan, warga Indonesia yang bermukim di Toyo, menuliskan pengalamannya di media sosial Kompasiana. Berikut laporan selengkapnya...
Saat krisis reaktor nuklir Fukushima 1 terjadi, saya juga dirambati oleh rasa takut itu. Jarak reaktor nuklir Fukushima dengan Tokyo hanya sekitar 200km. Dalam pikiran saya, sekiranya terjadi hal terburuk, kota Tokyo akan diterjang radiasi nuklir dalam hitungan jam. Makin hari, krisis juga terlihat makin tereskalasi, dan seolah tak terkendali. Berbagai ledakan dan lepasan radioaktif terus berlangsung.
Di sisi lain, media massa terus menerus memberitakan suasana yang mencekam. Saat dikatakan radiasi telah mencapai kota Tokyo, saya makin dilingkupi rasa takut. Keluarga di rumah, anak-anak yang masih kecil, dan terutama dampak radiasi yang mengerikan, menjadi alasan saya untuk takut. Belum lagi ditambah puluhan telpon dan sms dari kerabat di tanah air, yang pesannya sama, “Pulang sekarang juga, keadaan makin bahaya!!”
Post Traumatic Stress Disorder (Gangguan Stres Pascatrauma)
DEFINISI
Psikiater dari Jakarta, Roan, menyatakan bahwa trauma berarti cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara trauma psikis dalam psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Roan: 2003).
PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan: 1997).
PENGOBATAN
Pengobatan bisa termasuk psikoterapi (mendukung dan melakukan terapi) dan pemberian obat antidepresan. Pengobatan memerlukan psikoterapi (termasuk terapi kontak) dan terapi obat. Karena sering kegelisahan hebat yang dihubungkan dengan kenangan yang menggoncangkan jiwa, psikoterapi mendukung memainkan tugas yang teramat penting pada pengobatan. Ahli terapi secara terbuka berempati dan bersimpati dalam mengenal rasa sakit psikologis. Ahli terapi menenteramkan orang bahwa respon mereka nyata tetapi menganjurkan mereka menghadapi kenangan mereka (sebagai bentuk terapi kontak). Mereka juga diajar cara untuk kegelisahan kontrol, yang menolong memodulasi dan mengintegrasikan kenangan menyiksa ke dalam kepribadian mereka.
Psikoterapi insight-oriented bisa membantu orang yang merasa merasa bersalah memahami mengapa mereka menghukum diri mereka sendiri dan membantu menghilangkan perasaan bersalah.
DAMPAKNYA DARI MUSIBAH TERSEBUT
Manusia tersebut berada dalam ketakutan yang hebat dan dahsyat dan selalu di cemaskan atau ditakutkan atau lebih sering dikenal seseorang tersebut bisa trauma karna kejadian tersebut , ia juga mungkin bingung dan bisa-bisa terkena PTSD atau sering biasanya disebut dengan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa . Sementara trauma psikis dalam psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar .
Biasanya Pengobatan bisa termasuk psikoterapi (mendukung dan melakukan terapi) dan pemberian obat antidepresan. Pengobatan memerlukan psikoterapi (termasuk terapi kontak) dan terapi obat. Karena sering kegelisahan hebat yang dihubungkan dengan kenangan yang menggoncangkan jiwa, psikoterapi mendukung memainkan tugas yang teramat penting pada pengobatan. Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah dikenal. Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan -kegiatan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Yurika Fauzia Wardhani & Weny Lestari, “Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban BENCANA ALAM DAN SEKITARNYA”.
W. Roan, “Melupakan Kenangan Menghapus Trauma” dalam Intisari, Desember 2003,
HASNI YULIANTI
13509664
2PA03
Krisis nuklir acapkali menimbulkan ketakutan. Saat bom atom pertama diciptakan, hingga nuklir ditemukan, manusia berada dalam ketakutan yang konstan. Ini yang dulu dikatakan oleh filsuf Hans Jonas sebagai “heuristik ketakutan”.
Demikian Junanto Herdiawan, warga Indonesia yang bermukim di Toyo, menuliskan pengalamannya di media sosial Kompasiana. Berikut laporan selengkapnya...
Saat krisis reaktor nuklir Fukushima 1 terjadi, saya juga dirambati oleh rasa takut itu. Jarak reaktor nuklir Fukushima dengan Tokyo hanya sekitar 200km. Dalam pikiran saya, sekiranya terjadi hal terburuk, kota Tokyo akan diterjang radiasi nuklir dalam hitungan jam. Makin hari, krisis juga terlihat makin tereskalasi, dan seolah tak terkendali. Berbagai ledakan dan lepasan radioaktif terus berlangsung.
Di sisi lain, media massa terus menerus memberitakan suasana yang mencekam. Saat dikatakan radiasi telah mencapai kota Tokyo, saya makin dilingkupi rasa takut. Keluarga di rumah, anak-anak yang masih kecil, dan terutama dampak radiasi yang mengerikan, menjadi alasan saya untuk takut. Belum lagi ditambah puluhan telpon dan sms dari kerabat di tanah air, yang pesannya sama, “Pulang sekarang juga, keadaan makin bahaya!!”
Post Traumatic Stress Disorder (Gangguan Stres Pascatrauma)
DEFINISI
Psikiater dari Jakarta, Roan, menyatakan bahwa trauma berarti cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara trauma psikis dalam psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Roan: 2003).
PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan: 1997).
PENGOBATAN
Pengobatan bisa termasuk psikoterapi (mendukung dan melakukan terapi) dan pemberian obat antidepresan. Pengobatan memerlukan psikoterapi (termasuk terapi kontak) dan terapi obat. Karena sering kegelisahan hebat yang dihubungkan dengan kenangan yang menggoncangkan jiwa, psikoterapi mendukung memainkan tugas yang teramat penting pada pengobatan. Ahli terapi secara terbuka berempati dan bersimpati dalam mengenal rasa sakit psikologis. Ahli terapi menenteramkan orang bahwa respon mereka nyata tetapi menganjurkan mereka menghadapi kenangan mereka (sebagai bentuk terapi kontak). Mereka juga diajar cara untuk kegelisahan kontrol, yang menolong memodulasi dan mengintegrasikan kenangan menyiksa ke dalam kepribadian mereka.
Psikoterapi insight-oriented bisa membantu orang yang merasa merasa bersalah memahami mengapa mereka menghukum diri mereka sendiri dan membantu menghilangkan perasaan bersalah.
DAMPAKNYA DARI MUSIBAH TERSEBUT
Manusia tersebut berada dalam ketakutan yang hebat dan dahsyat dan selalu di cemaskan atau ditakutkan atau lebih sering dikenal seseorang tersebut bisa trauma karna kejadian tersebut , ia juga mungkin bingung dan bisa-bisa terkena PTSD atau sering biasanya disebut dengan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa . Sementara trauma psikis dalam psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar .
Biasanya Pengobatan bisa termasuk psikoterapi (mendukung dan melakukan terapi) dan pemberian obat antidepresan. Pengobatan memerlukan psikoterapi (termasuk terapi kontak) dan terapi obat. Karena sering kegelisahan hebat yang dihubungkan dengan kenangan yang menggoncangkan jiwa, psikoterapi mendukung memainkan tugas yang teramat penting pada pengobatan. Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah dikenal. Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan -kegiatan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Yurika Fauzia Wardhani & Weny Lestari, “Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban BENCANA ALAM DAN SEKITARNYA”.
W. Roan, “Melupakan Kenangan Menghapus Trauma” dalam Intisari, Desember 2003,
HASNI YULIANTI
13509664
2PA03
Senin, 14 Maret 2011
penyesuaian diri , pertumbuhan personal , dan stres
A. PENGERTIAN
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) .Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis.
Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
B. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto dan Hartono (1995) terdapat bentuk-bentuk dari penyesuaian diri, yaitu:
1. Penyesuaian diri positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
• Tidak adanya ketegangan emosional.
• Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
• Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
• Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
• Mampu dalam belajar.
• Menghargai pengalaman.
• Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
• Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
• Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
• Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
C. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:
• Reaksi bertahan (defence reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan diri, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
o Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
o Represi, yaitu berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
o Proyeksi, yaitu melempar sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
o Sour grapes (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tik-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
• Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Reaksi-reaksi menyerang nampak dalam tingkah laku : selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukkkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan yang serampangan, marah secara sadis.
• Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Reaksi melarikan diri, nampak dalam tingkah laku seperti berfantasi, yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang tipis pada tingkat perkembangan yang lebih awal, misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil, dan lain-lain.
PERTUMBUHAN PERSONAL
A. Pengertian pertumbuhan personal :
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.
Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.
B. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:
1. Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.
2. Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
3. Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu :
1. Aliran asosiasi
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
2. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
3. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
A. STRESS
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri/jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari à perubahan yang memerlukan penyesuaian Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta .
B. JENIS STRESS
Stress fisik
Stress kimiawi
Stress mikrobiologis
Stress fisiologis
Stress proses tumbuh kembang
Stress psikologis atau emosional
Pengalaman stress dapat bersumber dari : Lingkungan, Diri dan tubuh Pikiran
C. Reaksi Psikologis terhadap stress
a. Kecemasan respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur
b. Kemarahan dan agresi Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih
D. AKIBAT STRES
Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.
Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis. Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan.]Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres.Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.[10] Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja. Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi.Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stres.
2. General Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto & Hartono, B. Agung. (1995). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta Wahjosumidjo.
Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju.
Hariyadi, Sugeng dkk. (1998). Perkembangan peserta didik. Cetakan ke 3. Semarang: IKIP Semarang Press.
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
Fatimah, N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.
HASNI YULIANTI
13509664
2PA03
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) .Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis.
Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
B. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto dan Hartono (1995) terdapat bentuk-bentuk dari penyesuaian diri, yaitu:
1. Penyesuaian diri positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
• Tidak adanya ketegangan emosional.
• Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
• Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
• Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
• Mampu dalam belajar.
• Menghargai pengalaman.
• Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
• Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
• Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
• Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
C. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:
• Reaksi bertahan (defence reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan diri, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
o Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
o Represi, yaitu berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
o Proyeksi, yaitu melempar sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
o Sour grapes (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tik-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
• Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Reaksi-reaksi menyerang nampak dalam tingkah laku : selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukkkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan yang serampangan, marah secara sadis.
• Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Reaksi melarikan diri, nampak dalam tingkah laku seperti berfantasi, yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang tipis pada tingkat perkembangan yang lebih awal, misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil, dan lain-lain.
PERTUMBUHAN PERSONAL
A. Pengertian pertumbuhan personal :
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.
Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.
B. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:
1. Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.
2. Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
3. Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu :
1. Aliran asosiasi
perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
2. Psikologi gestalt
pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
3. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
A. STRESS
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri/jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari à perubahan yang memerlukan penyesuaian Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta .
B. JENIS STRESS
Stress fisik
Stress kimiawi
Stress mikrobiologis
Stress fisiologis
Stress proses tumbuh kembang
Stress psikologis atau emosional
Pengalaman stress dapat bersumber dari : Lingkungan, Diri dan tubuh Pikiran
C. Reaksi Psikologis terhadap stress
a. Kecemasan respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur
b. Kemarahan dan agresi Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih
D. AKIBAT STRES
Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.
Pengaruh gejala stres biasanya berupa gejala fisiologis. Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dpat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan.]Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stres.Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.[10] Ada banyak riset yang menyelidiki hubungan stres-kinerja. Pola yang paling banyak dipelajari dalam literatur stres-kinerja adalah hubungan U-terbalik. Logika yang mendasarinya adalah bahwa tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi.Pola U-terbalik ini menggambarkan reaksi terhadap stres dari waktu ke waktu dan terhadap perubahan dalam intensitas stres.
2. General Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto & Hartono, B. Agung. (1995). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta Wahjosumidjo.
Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju.
Hariyadi, Sugeng dkk. (1998). Perkembangan peserta didik. Cetakan ke 3. Semarang: IKIP Semarang Press.
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Aksar
Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
Fatimah, N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.
HASNI YULIANTI
13509664
2PA03
Minggu, 06 Maret 2011
Definisi Cinta Menurut KELLY dalam buku kesehatan
Pengertian cinta itu sendiri sulit dibedakan batasan ataupun pengertiannya, karena cinta merupakan salah satu bentuk emosi dan perasaan yang dimiliki individu. Dan sifatnyapun subyektif sehingga setiap individu akan mempunyai makna yang berbeda tergantung pada penghayatan serta pengalamannya.
Jenis-Jenis Cinta menurut Kelly dalam buku kesehatan reproduksi remaja membagi cinta itu menjadi 3 jenis yaitu:
1. Cinta karena nafsu
Yaitu cinta yang mengakibatkan hubungan antar dua orang tidak terkontrol lagi, emosi sangat menguasai akal sehat seseorang sehingga perilaku seolah terjadi secara spontan untuk menjawab rangsangan emosi yang berlebihan
2. Cinta pragmatis
yaitu cinta terjadi keseimbangan antara dua orang, ada rasa suka dan duka, serta adanya timbal balik.
3. Cinta altruistik
biasanya terjadi pada seorang ibu kepada anaknya, cinta ini disertai kasih sayang yang tidak ada batasnya.
Cinta itu berada pada ranah emosional dan rasional. Cinta emosional ini datang dan pergi tanpa diprediksi,misalkan: aku mencintaimu pada pandangan pertama, meski aku tak bahagia bersamanya aku tetap mencintainya dll.
Ciri-ciri cinta emosional
• Adanya perasaan yang sangat kuat, normalnya diarahkan pada lawan jenis, dimana yang ada pada pikiran serta hati adalah bayangan kekasihnya
• Adanya egoisme, biasanya ada harapan-harapan bahwa kekasihnya adalah ideal yang ada dipikirannya dan merasa kecewa kalau kekasihnya berbeda dengan apa yang ia harapkan
• Cinta emosional mengandung unsur erotisme,yang biasanya ingin mengungkapkan rasa cintanya dengan berpegangan tangan, berpelukan dll. Sedangkan cinta rasional tidak didominasi oleh perasaan yang kuat tetapi lebih pada akal pikiran. Cinta rasional ini biasanya tidak peduli apakah perasaannya kepada seseorang yang dikuasai ini dibalas atau tidak, karena ciri utama dari cinta ini adalah memberi tanpa pamrih dan tanpa syarat.
Jenis-Jenis Cinta menurut Kelly dalam buku kesehatan reproduksi remaja membagi cinta itu menjadi 3 jenis yaitu:
1. Cinta karena nafsu
Yaitu cinta yang mengakibatkan hubungan antar dua orang tidak terkontrol lagi, emosi sangat menguasai akal sehat seseorang sehingga perilaku seolah terjadi secara spontan untuk menjawab rangsangan emosi yang berlebihan
2. Cinta pragmatis
yaitu cinta terjadi keseimbangan antara dua orang, ada rasa suka dan duka, serta adanya timbal balik.
3. Cinta altruistik
biasanya terjadi pada seorang ibu kepada anaknya, cinta ini disertai kasih sayang yang tidak ada batasnya.
Cinta itu berada pada ranah emosional dan rasional. Cinta emosional ini datang dan pergi tanpa diprediksi,misalkan: aku mencintaimu pada pandangan pertama, meski aku tak bahagia bersamanya aku tetap mencintainya dll.
Ciri-ciri cinta emosional
• Adanya perasaan yang sangat kuat, normalnya diarahkan pada lawan jenis, dimana yang ada pada pikiran serta hati adalah bayangan kekasihnya
• Adanya egoisme, biasanya ada harapan-harapan bahwa kekasihnya adalah ideal yang ada dipikirannya dan merasa kecewa kalau kekasihnya berbeda dengan apa yang ia harapkan
• Cinta emosional mengandung unsur erotisme,yang biasanya ingin mengungkapkan rasa cintanya dengan berpegangan tangan, berpelukan dll. Sedangkan cinta rasional tidak didominasi oleh perasaan yang kuat tetapi lebih pada akal pikiran. Cinta rasional ini biasanya tidak peduli apakah perasaannya kepada seseorang yang dikuasai ini dibalas atau tidak, karena ciri utama dari cinta ini adalah memberi tanpa pamrih dan tanpa syarat.
Sabtu, 05 Maret 2011
tokoh filsafat manusia dan pandangannya tentang manusia
MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DISKURSIF: Manusia dalam Pemikiran Filsafat Jürgen Habermas
Setiap masa mempunyai caranya sendiri untuk menempatkan manusia dan masyarakatnya dalam jalur-jalur yang tepat. Setiap perubahan yang terjadi selalu dimulai dari kenyataan bahwa cara-cara yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Zaman berubah, maka manusia pun berubah. Tidak pernah ada suatu hal pun yang statis dan tetap serta tidak berubah. Kalaupun ada, mesti dipertanyakan lagi pandangan seperti itu.
Oleh karena perubahan-perubahan yang terjadi dan mengisyaratkan perubahan manusia juga, maka pemikiran-pemikiran baru yang sesuai dengan masanya tentang hakekat manusia pun dibutuhkan. Dalam kerangka itu, penulis memilih pemikiran Jürgen Habermas tentang manusia sebagai topik kajian dalam makalah tentang Filsafat Manusia ini. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pemikiran filsuf siapa pun, tentang apa pun selalu dimulai dengan pandangannya tentang apa dan siapa itu manusia, maka Penulis meyakini bahwa Habermas pun demikian adanya. Ia memulai gagasan-gagasannya yang sampai saat ini belum selesai dengan apa dan siapa itu manusia dalam konteksnya yang lebih luas. Dalam makalah ini, Penulis mengedepankan gagasan Habermas tentang manusia sebagai individu diskursif. Gagasan inilah yang mendasari pemikiran Habermas tentang masyarakat komunikatif di mana ruang diskursif menjadi tempat bagi manusia untuk berada secara ideal. Upaya penemuan gagasan Habermas tentang individu diskursif tentu membutuhkan bacaan yang kritis dan hati-hati terhadap karya-karya Habermas.
Oleh karena keterbatasan Penulis, maka beberapa literatur utama yang digunakan oleh Penulis adalah literatur yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, sumber-sumber sekunder yang digunakan juga adalah tulisan-tulisan tentang pemikiran Habermas oleh orang Indonesia, dalam konteks Indonesia.
Untuk membicarakan tentang pemikiran Habermas, maka titik tolak pemikirannya adalah cita-cita yang dirumuskan oleh Max Horkheimer untuk mengembangkan sebuah teori masyarakat yang kritis, sebagai kritik demi praksis perubahan sosial. Teori kritis yang dimaksud adalah teori kritis yang bertujuan untuk menelusuri sejarah penderitaan manusia sebagai sejarah penindasan dan dengan membukanya pada praktek emansipatif. Cita-cita ini berujung pada pembebasan yang mengembalikan hubungan antar-manusia yang tidak lagi ditentukan oleh mekanisme-mekanisme sistem pasar, melainkan sesuai dengan cita-cita manusia sendiri (Franz Magnis-Suseno, 2005: 161).
Namun dalam perkembangannya, cita-cita yang baik dari para pemikir teori kritis yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt itu tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan. Para pemikir Mazhab Frankfurt periode pertama bahkan tiba pada kebuntuan dalam membahas gagasan yang dapat diandalkan dalam mewujudkan cita-cita itu. Kebuntuan itu terutama muncul dalam apa yang disebut sebagai dialektika pencerahan, bahwa Teori Kritis yang dilandasi rasio kritis itu sendiri bisa berubah menjadi mitos atau ideologi dalam bentuk baru (Hardiman, 2009b: 14).
Oleh karena kebuntuan itulah, maka Habermas yang dikenal sebagai pembaharu Teori Kritis muncul, bukan saja dengan penilaian bahwa para pendahulunya memiliki kelemahan yang membawa ke jalan buntu itu, tetapi juga memberi seuah pemecahan mendasar yang sangat berguna untuk meneruskan proyek Teori Kritis dengan paradigma baru. Paradigma baru yang ditawarkan itu pun dilandaskan pada asumsi-asumsi tentang siapa itu manusia.
Komunikasi adalah titik tolak Habermas dan itu menjadi dasar dalam usaha mengatasi kebuntuan Teori Kritis para pendahulunya. Dalam pendekatannya itu, Habermas memandang manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tindakan dasar yaitu praksis. Praksis inilah yang merupakan konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis. Praksis dilandasi oleh kesadaran rasional. Habermas dalam studinya tentang pemikiran Hegel menilai bahwa Hegel sendiri memahami praksis bukan hanya sebagai “kerja”, tetapi juga “komunikasi”. Dalam pandangannya itu, karena praksis dilandasi kesadaran rasional, maka rasio tidak nampak dalam kegiatan manusia menaklukan alam lewat kerja saja, tetapi juga dalam interaksi intersubjektif yang menggunakan bahasa sehari-hari (Hardiman, 2009b: 14-15).
Secara logis, masyarakat komunikatif adalah tujuan universal masyarakat. Untuk menuju masyarakat komunikatif, maka individu-individu manusia adalah makhluk sosial yang juga memiliki sifat komunikatif. Sehingga boleh dikatakan bahwa manusia adalah makhluk komunikatif dalam perspektif Habermas. Pertanyaannya, apa dan bagaimana manusia menemukan hakekatnya sebagai makhluk komunikatif?
Manusia menjadi manusia ketika berhubungan dengan dunia sekitarnya. Dalam pendekatan teori kritis, cara manusia berhubungan dengan dunia sekitarnya terbagi dalam dua hal, yaitu dengan kerja dan komunikasi. Seperti yang disebutkan di atas, itulah yang disebut dengan praksis. Praksis itu dilandasi oleh rasio tertentu. Kerja dilandasi oleh rasio instrumental yang mengarahkan tindakan demi sasaran. Tindakan demi sasaran itu terbagi atas tindakan instrumental yang diarahkan pada upaya menguasai alam dan tindakan strategis yang diarahkan pada manusia. Komunikasi dilandasi oleh rasio komunikatif yang mengarahkan tindakan demi pemahaman. Habermas mengedepankan hakekat manusia sebagai subjek-subjek yang melakukan tindak komunikasi demi pemahaman.
Mekanismenya adalah lewat bahasa. Semua makhluk tentu saja memiliki kemampuan komunikasi pada level tertentu sehingga dapat dipahami oleh sesamanya, termasuk manusia. Oleh karena manusia adalah makhluk komunikatif, maka dengan sendiri ia adalah pencipta bahasa dan pencipta makna. Untuk dapat memahami diri, sesama dan lingkungannya, bukan saja dengan berpikir, tetapi sekaligus mengekspresikan apa yang dipikirkan itu ke dalam bahasa sehingga dapat diketahui oleh yang lain. Dalam situasi dan konteks apa pun, tindak wicara dalam bahasa adalah praksis manusia yang penting.
Ada pandangan-pandangan yang hendak dijembatani oleh Habermas terkait hakekat manusia dalam konteksnya masing-masing, yaitu konteks pemikiran Barat yang mengutamakan individualitas dengan konteks pemikiran Timur yang mengedepankan kolektivitas dalam pengertian komunitarian. Kedua pandangan yang saling bertolak belakang dalam menempatkan manusia itu dijembatani oleh pemikiran Habermas tentang praksis komunikasi. Tentu saja konteks pembicaraan Habermas adalah masyarakat modern yang plural dan beragam di mana di dalamnya individu-individu manusia terlibat.
Menurut Habermas, dalam liberalisme, individu-individu dibayangkan sebagai atom-atom dengan identitas universal yang lepas dari identitas budaya mereka. Individu lebih dilihat sebagai individu daripada sebagai anggota suatu kelompok. Di sisi lain, dalam pemikiran komunitarian, individu-individu dimengerti sebagai bagian dari suatu kelompok daripada sebagai individu itu sendiri. Kelompok begitu kuat, sementara individu tidak memiliki kemampuan lebih mengekspresikan dirinya. Untuk menjembatani perbedaan antara “individu liberal” dengan “individu komunitarian” itu, ia mengedepankan pendapatnya tentang “individu diskursif”. Baginya, individu diskursif meraih identitasnya tidak dari dirinya sendiri sebagaimana dalam konteks individu liberal dan juga tidak dari komunitasnya yang sudah ada sebagaimana individu komunitarian, melainkan dari suatu proses pembentukkan identitas baru yang dirancang bersama secara diskursif (Hardiman, 2007: 130-2).
Untuk memahami individu diskursif, maka mesti ada kedewasaan rasionalitas yang dapat dicapat dengan terus-menerus mengembangkan kemampuannya untuk memperoleh otonomi serta tanggung jawabnya terhadap empat bidang realitas. Dalam kajian Magnis-Suseno (2005: 169), keempat bidang realitas itu adalah: Alam luar atau obyektifitas, masyarakat atau normativitas, bahasa atau intersubjektifitas, dan alam batin atau subjektivitas. Dengan demikian, individu memperoleh kompetensi kognitif, interaktif dan berbahasa.
Dalam proses pembentukkan identitas baru, maka individu mesti belajar berbahasa secara kompeten dan diantar ke dalam pengertian dan pemakaian standar-standar rasional dalam berkomunikasi. Kompetensi berbahasa dalam rangka pembentukkan identitas baru itu mengisyaratkan empat klaim: Kebenaran (berhadapan dengan alam luar), kejelasan (berhadapan dengan tuntutan penggunaan bahasa), ketepatan (berhadapan dengan normativitas sosial), dan kejujuran (berhadapan dengan upaya mengungkapkan batin sendiri).
Individu diskursif hanya dapat berada dalam konteks dunia kehidupan. Habermas dalam pendekatan kritisnya membedakan antara dunia kehidupan dan sistem. Dunia kehidupan dalam pandangannya adalah cakrawala pengetahuan, konteks bersama, nilai, dan pelbagai norma yang tidak direfleksikan dan merupakan latar belakang pelbagai pemikiran manusia. Maka, dunia kehidupan adalah dasar dan latar belakang suatu tindakan komunikatif (Edgar, 2006: 89-91). Dalam bahasa Habermas, dunia kehidupan adalah konsep yang melengkapi konsep tindakan komunikatif (Habermas, 2007: 162-207).
Sedangkan sistem sendiri, menurut Habermas, adalah bidang administratif masyarakat modern, yang terutama dikendalikan oleh uang dan kekuasaan. Manusia modern yang semakin dikuasai oleh sistem (uang dan kekuasaan) kerap melupakan aspek-aspek makna dari kehidupannya. Jika dibiarkan, manusia akan menjadi tidak seimbang lagi. Seharusnya, nilai dan makna dari dunia kehidupanlah yang mempengaruhi perilaku sistem, namun kenyataannya justru berkebalikan. Gejala ini disebut Habermas sebagai penjajahan sistem terhadap dunia kehidupan (Edgar, 145-6).
Dalam kenyataan penjajahan sistem terhadap dunia kehidupan itulah, individu diskursif menjadi pendekatan yang ideal dalam mewujudkan masyarakat komunikatif. Identitas manusia adalah hasil rancangan bersama, tanpa penekanan makna. Setiap individu akan mendapatkan tempatnya yang sejajar dalam masyarakat komunikatif. Setiap individu dijamin semua hak diskursifnya. Dengan demikian, kemanusiaan baru yang saling menghargai diharapkan dapat menjadi dasar terciptanya situasi ideal itu.
Manusia dalam perspektif Habermas adalah gambaran yang ideal. Gambaran ideal manusia sebagai individu diskursif itu adalah dasar pembentuk masyarakat komunikatif sebagai cita-cita universal masyarakat. Individu diskursif menjadi gagasan Habermas tentang manusia untuk menjembatani pemikiran dalam budaya Barat yang memandang bahwa individu berada lebih dominan daripada kelompoknya dengan budaya Timur yang memandang bahwa kelompok adalah yang lebih dominan daripada individu.
Dalam konteks Indonesia yang lekat dengan budaya Timur, jelas bahwa manusia sebagai individu sangat lekat dengan komunitasnya. Segala hal menyangkut dirinya sangat ditentukan oleh masyarakat. Makna dan identitas individu sekaligus menjadi gambaran identitas kelompok. Kenyataan itu membuat dominasi-dominasi tertentu yang dilegitimasi oleh budaya. Dengan dominasi itu, ada yang terpinggirkan dan tersubordinasi. Segala macam dominasi disebabkan karena ada sistem dalam pengertian tradisional yang menjadi patokan hidup bersama. Ideal manusia menurut Habermas itu menggambarkan kebutuhan akan adanya pemahaman baru tentang kemanusiaan manusia. Kebutuhan itu lahir karena sistem pasar dan negara yang telah menguasai dunia kehidupan biasa dan membuat semua tindakan baik instrumental, untuk menguasai alam, maupun strategis untuk menguasai manusia didasarkan pada rasio instrumental. Individu diskursif didasarkan pada rasio komunikatif di mana pembentukkan identitas adalah tindakan demi pemahaman bersama. Oleh karena itu, praksis manusia bukan saja tentang kerja, tetapi juga tentang komunikasi.
Akhirnya, harus disadari oleh penulis bahwa untuk mengambil jarak dan memikirkan tentang diri sendiri sebagai manusia adalah hal yang cukup sulit. Hal itu disebabkan karena selama ini yang dilakukan adalah berdistansi atau berjarak dari alam dan lingkungan serta sesama. Distansi dari diri sendiri hanya ada dalam penghayatan dan refleksi, bukan dalam deskripsi. Namun itulah filsafat, dunia yang dihayati itu mesti dideskripsikan, walaupun dengan keterbatasan juga. Pandangan Habermas yang ideal tentang individu diskursif ini menunjukkan gagasannya yang besar tentang suatu masyarakat komunikatif yang dapat mengatasi segala kenyataan pluralitas ini. Mengatasinya bukan dengan cara menyeragamkan, tetapi dengan memberikan ruang kepada semua suara yang plural itu untuk mendapatkan tempatnya dan bisa bersuara.
Setiap masa mempunyai caranya sendiri untuk menempatkan manusia dan masyarakatnya dalam jalur-jalur yang tepat. Setiap perubahan yang terjadi selalu dimulai dari kenyataan bahwa cara-cara yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Zaman berubah, maka manusia pun berubah. Tidak pernah ada suatu hal pun yang statis dan tetap serta tidak berubah. Kalaupun ada, mesti dipertanyakan lagi pandangan seperti itu.
Oleh karena perubahan-perubahan yang terjadi dan mengisyaratkan perubahan manusia juga, maka pemikiran-pemikiran baru yang sesuai dengan masanya tentang hakekat manusia pun dibutuhkan. Dalam kerangka itu, penulis memilih pemikiran Jürgen Habermas tentang manusia sebagai topik kajian dalam makalah tentang Filsafat Manusia ini. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pemikiran filsuf siapa pun, tentang apa pun selalu dimulai dengan pandangannya tentang apa dan siapa itu manusia, maka Penulis meyakini bahwa Habermas pun demikian adanya. Ia memulai gagasan-gagasannya yang sampai saat ini belum selesai dengan apa dan siapa itu manusia dalam konteksnya yang lebih luas. Dalam makalah ini, Penulis mengedepankan gagasan Habermas tentang manusia sebagai individu diskursif. Gagasan inilah yang mendasari pemikiran Habermas tentang masyarakat komunikatif di mana ruang diskursif menjadi tempat bagi manusia untuk berada secara ideal. Upaya penemuan gagasan Habermas tentang individu diskursif tentu membutuhkan bacaan yang kritis dan hati-hati terhadap karya-karya Habermas.
Oleh karena keterbatasan Penulis, maka beberapa literatur utama yang digunakan oleh Penulis adalah literatur yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, sumber-sumber sekunder yang digunakan juga adalah tulisan-tulisan tentang pemikiran Habermas oleh orang Indonesia, dalam konteks Indonesia.
Untuk membicarakan tentang pemikiran Habermas, maka titik tolak pemikirannya adalah cita-cita yang dirumuskan oleh Max Horkheimer untuk mengembangkan sebuah teori masyarakat yang kritis, sebagai kritik demi praksis perubahan sosial. Teori kritis yang dimaksud adalah teori kritis yang bertujuan untuk menelusuri sejarah penderitaan manusia sebagai sejarah penindasan dan dengan membukanya pada praktek emansipatif. Cita-cita ini berujung pada pembebasan yang mengembalikan hubungan antar-manusia yang tidak lagi ditentukan oleh mekanisme-mekanisme sistem pasar, melainkan sesuai dengan cita-cita manusia sendiri (Franz Magnis-Suseno, 2005: 161).
Namun dalam perkembangannya, cita-cita yang baik dari para pemikir teori kritis yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt itu tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan. Para pemikir Mazhab Frankfurt periode pertama bahkan tiba pada kebuntuan dalam membahas gagasan yang dapat diandalkan dalam mewujudkan cita-cita itu. Kebuntuan itu terutama muncul dalam apa yang disebut sebagai dialektika pencerahan, bahwa Teori Kritis yang dilandasi rasio kritis itu sendiri bisa berubah menjadi mitos atau ideologi dalam bentuk baru (Hardiman, 2009b: 14).
Oleh karena kebuntuan itulah, maka Habermas yang dikenal sebagai pembaharu Teori Kritis muncul, bukan saja dengan penilaian bahwa para pendahulunya memiliki kelemahan yang membawa ke jalan buntu itu, tetapi juga memberi seuah pemecahan mendasar yang sangat berguna untuk meneruskan proyek Teori Kritis dengan paradigma baru. Paradigma baru yang ditawarkan itu pun dilandaskan pada asumsi-asumsi tentang siapa itu manusia.
Komunikasi adalah titik tolak Habermas dan itu menjadi dasar dalam usaha mengatasi kebuntuan Teori Kritis para pendahulunya. Dalam pendekatannya itu, Habermas memandang manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tindakan dasar yaitu praksis. Praksis inilah yang merupakan konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis. Praksis dilandasi oleh kesadaran rasional. Habermas dalam studinya tentang pemikiran Hegel menilai bahwa Hegel sendiri memahami praksis bukan hanya sebagai “kerja”, tetapi juga “komunikasi”. Dalam pandangannya itu, karena praksis dilandasi kesadaran rasional, maka rasio tidak nampak dalam kegiatan manusia menaklukan alam lewat kerja saja, tetapi juga dalam interaksi intersubjektif yang menggunakan bahasa sehari-hari (Hardiman, 2009b: 14-15).
Secara logis, masyarakat komunikatif adalah tujuan universal masyarakat. Untuk menuju masyarakat komunikatif, maka individu-individu manusia adalah makhluk sosial yang juga memiliki sifat komunikatif. Sehingga boleh dikatakan bahwa manusia adalah makhluk komunikatif dalam perspektif Habermas. Pertanyaannya, apa dan bagaimana manusia menemukan hakekatnya sebagai makhluk komunikatif?
Manusia menjadi manusia ketika berhubungan dengan dunia sekitarnya. Dalam pendekatan teori kritis, cara manusia berhubungan dengan dunia sekitarnya terbagi dalam dua hal, yaitu dengan kerja dan komunikasi. Seperti yang disebutkan di atas, itulah yang disebut dengan praksis. Praksis itu dilandasi oleh rasio tertentu. Kerja dilandasi oleh rasio instrumental yang mengarahkan tindakan demi sasaran. Tindakan demi sasaran itu terbagi atas tindakan instrumental yang diarahkan pada upaya menguasai alam dan tindakan strategis yang diarahkan pada manusia. Komunikasi dilandasi oleh rasio komunikatif yang mengarahkan tindakan demi pemahaman. Habermas mengedepankan hakekat manusia sebagai subjek-subjek yang melakukan tindak komunikasi demi pemahaman.
Mekanismenya adalah lewat bahasa. Semua makhluk tentu saja memiliki kemampuan komunikasi pada level tertentu sehingga dapat dipahami oleh sesamanya, termasuk manusia. Oleh karena manusia adalah makhluk komunikatif, maka dengan sendiri ia adalah pencipta bahasa dan pencipta makna. Untuk dapat memahami diri, sesama dan lingkungannya, bukan saja dengan berpikir, tetapi sekaligus mengekspresikan apa yang dipikirkan itu ke dalam bahasa sehingga dapat diketahui oleh yang lain. Dalam situasi dan konteks apa pun, tindak wicara dalam bahasa adalah praksis manusia yang penting.
Ada pandangan-pandangan yang hendak dijembatani oleh Habermas terkait hakekat manusia dalam konteksnya masing-masing, yaitu konteks pemikiran Barat yang mengutamakan individualitas dengan konteks pemikiran Timur yang mengedepankan kolektivitas dalam pengertian komunitarian. Kedua pandangan yang saling bertolak belakang dalam menempatkan manusia itu dijembatani oleh pemikiran Habermas tentang praksis komunikasi. Tentu saja konteks pembicaraan Habermas adalah masyarakat modern yang plural dan beragam di mana di dalamnya individu-individu manusia terlibat.
Menurut Habermas, dalam liberalisme, individu-individu dibayangkan sebagai atom-atom dengan identitas universal yang lepas dari identitas budaya mereka. Individu lebih dilihat sebagai individu daripada sebagai anggota suatu kelompok. Di sisi lain, dalam pemikiran komunitarian, individu-individu dimengerti sebagai bagian dari suatu kelompok daripada sebagai individu itu sendiri. Kelompok begitu kuat, sementara individu tidak memiliki kemampuan lebih mengekspresikan dirinya. Untuk menjembatani perbedaan antara “individu liberal” dengan “individu komunitarian” itu, ia mengedepankan pendapatnya tentang “individu diskursif”. Baginya, individu diskursif meraih identitasnya tidak dari dirinya sendiri sebagaimana dalam konteks individu liberal dan juga tidak dari komunitasnya yang sudah ada sebagaimana individu komunitarian, melainkan dari suatu proses pembentukkan identitas baru yang dirancang bersama secara diskursif (Hardiman, 2007: 130-2).
Untuk memahami individu diskursif, maka mesti ada kedewasaan rasionalitas yang dapat dicapat dengan terus-menerus mengembangkan kemampuannya untuk memperoleh otonomi serta tanggung jawabnya terhadap empat bidang realitas. Dalam kajian Magnis-Suseno (2005: 169), keempat bidang realitas itu adalah: Alam luar atau obyektifitas, masyarakat atau normativitas, bahasa atau intersubjektifitas, dan alam batin atau subjektivitas. Dengan demikian, individu memperoleh kompetensi kognitif, interaktif dan berbahasa.
Dalam proses pembentukkan identitas baru, maka individu mesti belajar berbahasa secara kompeten dan diantar ke dalam pengertian dan pemakaian standar-standar rasional dalam berkomunikasi. Kompetensi berbahasa dalam rangka pembentukkan identitas baru itu mengisyaratkan empat klaim: Kebenaran (berhadapan dengan alam luar), kejelasan (berhadapan dengan tuntutan penggunaan bahasa), ketepatan (berhadapan dengan normativitas sosial), dan kejujuran (berhadapan dengan upaya mengungkapkan batin sendiri).
Individu diskursif hanya dapat berada dalam konteks dunia kehidupan. Habermas dalam pendekatan kritisnya membedakan antara dunia kehidupan dan sistem. Dunia kehidupan dalam pandangannya adalah cakrawala pengetahuan, konteks bersama, nilai, dan pelbagai norma yang tidak direfleksikan dan merupakan latar belakang pelbagai pemikiran manusia. Maka, dunia kehidupan adalah dasar dan latar belakang suatu tindakan komunikatif (Edgar, 2006: 89-91). Dalam bahasa Habermas, dunia kehidupan adalah konsep yang melengkapi konsep tindakan komunikatif (Habermas, 2007: 162-207).
Sedangkan sistem sendiri, menurut Habermas, adalah bidang administratif masyarakat modern, yang terutama dikendalikan oleh uang dan kekuasaan. Manusia modern yang semakin dikuasai oleh sistem (uang dan kekuasaan) kerap melupakan aspek-aspek makna dari kehidupannya. Jika dibiarkan, manusia akan menjadi tidak seimbang lagi. Seharusnya, nilai dan makna dari dunia kehidupanlah yang mempengaruhi perilaku sistem, namun kenyataannya justru berkebalikan. Gejala ini disebut Habermas sebagai penjajahan sistem terhadap dunia kehidupan (Edgar, 145-6).
Dalam kenyataan penjajahan sistem terhadap dunia kehidupan itulah, individu diskursif menjadi pendekatan yang ideal dalam mewujudkan masyarakat komunikatif. Identitas manusia adalah hasil rancangan bersama, tanpa penekanan makna. Setiap individu akan mendapatkan tempatnya yang sejajar dalam masyarakat komunikatif. Setiap individu dijamin semua hak diskursifnya. Dengan demikian, kemanusiaan baru yang saling menghargai diharapkan dapat menjadi dasar terciptanya situasi ideal itu.
Manusia dalam perspektif Habermas adalah gambaran yang ideal. Gambaran ideal manusia sebagai individu diskursif itu adalah dasar pembentuk masyarakat komunikatif sebagai cita-cita universal masyarakat. Individu diskursif menjadi gagasan Habermas tentang manusia untuk menjembatani pemikiran dalam budaya Barat yang memandang bahwa individu berada lebih dominan daripada kelompoknya dengan budaya Timur yang memandang bahwa kelompok adalah yang lebih dominan daripada individu.
Dalam konteks Indonesia yang lekat dengan budaya Timur, jelas bahwa manusia sebagai individu sangat lekat dengan komunitasnya. Segala hal menyangkut dirinya sangat ditentukan oleh masyarakat. Makna dan identitas individu sekaligus menjadi gambaran identitas kelompok. Kenyataan itu membuat dominasi-dominasi tertentu yang dilegitimasi oleh budaya. Dengan dominasi itu, ada yang terpinggirkan dan tersubordinasi. Segala macam dominasi disebabkan karena ada sistem dalam pengertian tradisional yang menjadi patokan hidup bersama. Ideal manusia menurut Habermas itu menggambarkan kebutuhan akan adanya pemahaman baru tentang kemanusiaan manusia. Kebutuhan itu lahir karena sistem pasar dan negara yang telah menguasai dunia kehidupan biasa dan membuat semua tindakan baik instrumental, untuk menguasai alam, maupun strategis untuk menguasai manusia didasarkan pada rasio instrumental. Individu diskursif didasarkan pada rasio komunikatif di mana pembentukkan identitas adalah tindakan demi pemahaman bersama. Oleh karena itu, praksis manusia bukan saja tentang kerja, tetapi juga tentang komunikasi.
Akhirnya, harus disadari oleh penulis bahwa untuk mengambil jarak dan memikirkan tentang diri sendiri sebagai manusia adalah hal yang cukup sulit. Hal itu disebabkan karena selama ini yang dilakukan adalah berdistansi atau berjarak dari alam dan lingkungan serta sesama. Distansi dari diri sendiri hanya ada dalam penghayatan dan refleksi, bukan dalam deskripsi. Namun itulah filsafat, dunia yang dihayati itu mesti dideskripsikan, walaupun dengan keterbatasan juga. Pandangan Habermas yang ideal tentang individu diskursif ini menunjukkan gagasannya yang besar tentang suatu masyarakat komunikatif yang dapat mengatasi segala kenyataan pluralitas ini. Mengatasinya bukan dengan cara menyeragamkan, tetapi dengan memberikan ruang kepada semua suara yang plural itu untuk mendapatkan tempatnya dan bisa bersuara.
Langganan:
Postingan (Atom)